IMPLEMENTASI GEOPOLITIK INDONESIA
DI ERA GLOBALISASI
Disusun
oleh :
NAMA :
IDA MAHFIROH
NIM :
25010112120057
KELAS : A
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Geopolitik merupakan permasalahan yang sangat penting
pada dua dekade terakhir
ini. Permasalahan ini menjadi penting karena mencakup dalam hubungan dengan kehidupan manusia dalam suatu
Negara dan hubungannya dengan lingkungan alam. Indonesia sebagai Negara Kepulauan dengan masyarakatnya yang beraneka ragam,
memiliki unsur-unsur kekuatan dan sekaligus kelemahan. Kekuatannya terletak
pada posisi dan keadaan geografi yang strategi dan kaya akan sumber daya alam.
Sementara kelemahannya terletak pada wujud kepulauan dan keanekaragaman
masyarakat yang harus disatukan dalam satu bangsa dan satu tanah air,
sebagaimana telah diperjuangkan oleh para pendiri negara.
Dewasa
ini disadari secara langsung atau tidak, pengaruh arus globalisasi bagi
masyarakat Indonesia sangatlah terasa dampak positif dan negatifnya. Meskipun
kemunculan era globalisai memiliki banyak manfaat atau hal positif, dalam era ini Indonesia secara perlahan mundur
satu langkah dalam mengoptimalkan geopolitik sebagai paradigma nasional yang
menjadi salah satu acuan dalam mewujudkan tujuan nasional.
Keberhasilan
pembangunan termasuk pembangunan kesehatan di Indonesia sangat terkait dengan
keberadaan paradigma nasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Paradigma Nasional pada hakikatnya adalah pola sikap, pola pikir dan pola
tindak yang harus melekat dalam setiap sanubari bangsa Indonesia, khususnya
para pengambil kebijakan, termasuk pengambil kebijakan di bidang kesehatan.
Paradigma Nasional merupakan acuan untuk melihat apakah kondisi status
kesehatan Bangsa Indonesia sudah sesuai dengan tujuan nasional atau tidak.
Seperti diketahui bahwa tujuan nasional bangsa Indonesia adalah melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta dalam proses
menjaga perdamaian dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial. Paradigma nasional bangsa Indonesia adalah Pancasila, UUD 1945, Wawasan
Nusantara dan Ketahanan Nasional. Seharusnya, dengan menjalankan
sungguh-sungguh ke empat pilar paradigma nasional tersebut, akan terjamin
keberhasilan tujuan nasional bangsa, termasuk tujuan nasional bidang kesehatan
yang merupakan salah satu komponen untuk memajukan kesejahteraan umum.
1.2.Tujuan
Secara
umum, pemaparan masalah dalam makalah ini bertujuan untuk mengidentifikasi
berbagai faktor yang mempengaruhi permasalahan pemerataan pelayanan kesehatan
di daerah terpencil, khususnya di Kepulauan Sangihe. Sedangkan secara khusus,
pemaparan masalah dalam makalah ini bertujuan untuk menjelaskan gambaran umum dari
pelayanan kesehatan di Kepulauan Sangihe, menjelaskan faktor – faktor yang
mempengaruhi ketidak adilan dalam pelayanan kesehatan di wilayah Kepulauan
Sangihe, menjelaskan upaya – upaya yang seharusnya dilakukan pemerintah dalam
pemerataan pelayanan kesehatan, khususnya di wilayah perbatasan dan daerah
terpencil.
1.3.Manfaat
Pemaparan
masalah dalam makalah ini diharapkan mempunyai dua manfaat, yakni manfaat
teortis dan praktis. Secara teoritis, makalah ini diharapkan dapat memberikan
gambaran mengenai kondisi pelayanan kesehatan di wilayah perbatasan dan daerah
terpencil. Sedangkan secara praktis, makalah ini diharapakan sebagai masukan
bagi pemerintah, dalam hal ini pemerintah dapat memperbaiki sistem pemerataan
pelayanan kesehatan di Indonesia. Selain itu, juga untuk membangkitakan
semangat para Sarjana Kesehatan Masyarakat ( SKM ) untuk lebih giat dalam
mengadakan penelitian dan pengembangan untuk berperan aktif dalam membuat suatu
kebijakan dan penanganan masalah tersebut.
1.4
Metode dan Pembahasan
Metode dan pembahasan dari makalah ini adalah studi
pustaka atas berbagai literatur yang dapat menggambarkan, membahas, mengkaji
dan merumuskan berbagai faktor masalah dalam implementasi geopolitik Indonesia
dalam era globalisasi, serta perundangan
turunannya dalam bidang kesehatan sehingga dapat terbahas aspek - aspek yang
perlu mendapat perhatian baik pada permasalahan pemerataan pelayanan kesehatan sendiri
maupun pada level kebijakan kesehatan, dalam hal ini: instrumentasi peraturan
perundangan yang ada, maupun—secara praksis—dalam level pelaksanaannya.
BAB II
PERMASALAHAN
Setiap jengkal wilayah
Indonesia adalah darah dan airmata pejuang kemerdekaan Indonesia. Oleh
karenanya, tidak akan terjadi lagi pemisahan wilayah, baik daratan maupun
perairan yang ada dalam lingkup nusantara ini. Sesuai dengan amanat para
pendiri bangsa ini, kita wajib mempertahankan keutuhannya.
Indonesia dikaruniai kurang
lebih 18.110 buah pulau - dengan berbagai kekayaan alam di dalamnya - yang
terbentang dari Sabang sampai Merauke. Hal tersebut merupakan kenikmatan yang
sangat besar untuk disyukuri oleh masyarakat Indonesia, seperti yang tersurat
dalam naskah pembukaan UUD 1945 alinea ke-3; Atas berkat rahmat Allah Yang
Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan yang luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan
ini kemerdekaannya.
Untuk mempertahankan
kehidupan dan eksistensinya, masyarakat perlu memahami konsep geopolitik
Indonesia, sehingga proses pembangunan nasional terus berlangsung guna
sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat .
Geopolitik diartiak sebagai sistem politk
atau peraturan – peratuaran dalam wujud kebijaksanaan dan strategi nasional
yang didorong oleh aspirsai nasional geografik ( kepentingan yang titik
beratnya terletak pada pertimbangan geografi, wilayah atau teritorial dalam
arti luas ) suatu negara, yang apabila dilaksanakan dan berhasil akan
berdampak langsung dan tidak langsung pada sistem politik suatu negara.
Sebaliknay secara tidak langsung akan berdampak kepada geografi negara yang
bersangkutan.
Geopolitik bertumpu kepada
geografi sosial ( hukum geografi ) mengenai situasi, kondisi atau konstelasi
geografi dan segala sesuatu yang dianggap relevan dengan karakteristik
geografi suatu negara. Karakteristik yang sangat nampak dari Indonesia yaitu
Indonesia sebagai Negara Kepulauan dengan berbagai masalah di wilayah perbatasan
dan daerah terpencil yang menyebabkan mundurnya implementasi geopolitik
Indonesia di era globalisasi ini.
Salah satu permasalahan pelik
geopolitik yang terjadi di Indonesia adalah pemerataan pelayanan kesehatan di
wilayah perbatasan dan daerah terpencil di Indonesia. Indonesia merupakan
negara kepulauan yang terdiri dari beribu – ribu pulau, baik yang besar
maupun yang kecil yang mengakibatkan kurang meratanya perhatian pemerintah
dalam memaksimalkan pelayanan kesehatan di wilayah perbatasan dan daerah
terpencil. Padahal di era globalisasi ini alat – alat kesehatan modern dan
obat – obat yang lebih baik sudah berkembang dan tersebar merata di seluruh
belahan dunia. Namun, hal tersebut belum bisa dirasakan oleh masyarakat yang
hidup di wilayah perbatasan dan daerah terpencil, mereka masih bergantung
dengan obat dan cara tradisional yang diturunkan dari nenek moyang mereka.
Banyak keluhan yang
berasal dari daerah yang terletak jauh
dan terpencil. Keluhan berkaitan dengan distribusi tenaga kesehatan
kebanyakan berada di daerah perkotaan dan derah tidak terpencil, sedangkan
daerah pedesaan dan terpencil relatif kurang. Kondisi ini tentunya
menimbulkan ketidaksinambungan dalam
pelayanan kesehatan, suatu ketimpangan dalam derajat kesehatan pada
masyarakat, yang berarti terjadi ketidakadilan dalam pelayanan kesehatan bagi
masyarakat. Keadaan ini tentu tidak dapat dibiarkan dan sengaja dihilangakan.
Sebab ada hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Sehingga
harus ada kebijakan yang membuat distribusi tenaga kesehatan, pelayanan
kesehatan menjadi merata di semua wilayah.
Selain itu, peran
pemerintah daerah yang terkesan gagap terlihat dari pemahaman kesehatan
setengah – setengah dari pihak legislatif dan ekskutif yang tercermin dari
dijadikannya pelayanan kesehatan sebagai tulang punggung pendapatan daerah.
Ini berari orang sakit dijadikan tulang punggung pendapat daerah padahal
upaya menyehatakan masyarakat sejatinya termaktub dalam hakikat dan semangat
UU No. 22 dan 25 Tahun 1999, yang pada intinya adalah untuk meningkatkan
kualitas pelayanan publik dan mengembangkan demokrasi menuju peningkatan
kesejahteraan rakyat. Di samping itu, alokasi anggaran kesehatan di berbagai
daerah mencerminkan kurangnya perhatian terhadap investasi hak – hak dasar
pembangunan manusia diantaranya pelayanan kesehatan dasar.
Berbicara mengenai
pelayanan kesehatan dasar di era globalisasi dan desentralisasi, rasanya tidak ada tempat yang paling baik untuk
dijadikan cermin selain daerah – daerah terpencil, perbatasan, kepulauan,
rawan bencana dan daerah miskin. Wilayah – wilayah ini merupakan wajah
pelayanan kesehatan yang sebenarnya terutama bila mengingat banyaknya
persoalan kemanusiaan dan juga politis yang ada. Atas dasar inilah penulis
tertarik untuk membahas serta menggambarkan pelayanan kesehatan dan tantangan
yang dihadapi Puskemas Tamako, Kepulauan Sangihe, yang secara geografis
berada pada wilayah kepulauan terpencil, rawan bencana dan masuk dalam
kategori wilayah perbatasan.
|
|
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Gambaran Puskesmas Tamako
Secara geografis Kabupaten Kepulauan
Sangihe terletak di antara 20 4’13” – 40 44’ 22” LU dan 1250 9’28” – 1250
56’57” BT, terdiri dari tiga gugusan kepulauan yang letaknya berjauhan dan
gugusan kepulauan kecil yang merupakan tapal batas negara (Negara Filipina).
Gugusan pulau-pulau tersebut dikelompokkan dalam enam klaster sesuai SK Bupati
Kepulauan Sangihe Nomor 167 Tahun 2005; yaitu Klaster Pulau-pulau Perbatasan,
Klaster Sangihe, Klaster
Tatoareng,
Klaster Siau, Klaster Tagulandang dan Klaster Biaro, dengan luas daratan secara
keseluruhan mencapai ± 1.012,93 km2, terdiri dari 112 pulau,
baru 30 pulau yang berpenghuni. Pulau –
pulau ini dibagi dalam 20 kecamatan yang terdiri dari 206 desa. Wilayah ini
bisa dicapai dalam waktu 1 malam dengan menggunakan alat transportasi kapal
laut.
Puskesmas Tamako, Kecamatan Tamako terletaa kurang lebih 35
kilometer dari ibukota Kabupaten Kepulauan Sangihe, ditempuh dalam waktu 1 ,5
jam jika lewat darat dan 3,5 jam jika melalui perjalanan laut dengan perahu –
perahu sederhana. Puskesmas ini memilii
8 desa sebagai wilayah kerjanya dengan kondisi geografis yang bervariasi. Bagi
masyarakat di Kecamatan Tamako dan Manganitu Selatan, puskemas ini lebih
dikenal sebagai rumah sakit. Hal ini erat kaitannya dengan sejarah panjang
puskesmas, kondisi bangunan serta fasilitas yang “lebih” dibandingkan beberapa
puskesma lain di daerah tersebut. Dengan demikian, rela menempuh perjalanan
panjang dengan berjalan kaki dan mengarungi lautaan untuk bisa mendapatkan
pelayanan kesehatan di puskemas ini.
Berbeda dengan warga perkotaan yang
yang memiliki banyak fasilitas kesehatan, warga kecamatan pada umumnya untuk
memenuhi kebutuhannya akan pelayanan
kesehatan masih tergantung pada puskesmas. Kecamatan Tamako sendiri
dihuni oleh 16 ribuan penduduk yang tersebar di berbagai lokasi antara lain di
pulau, pesisir dan pegunungan. Wilayah kecamatan ini ditandai dengan daerah
pantai, rawa – rawa dan pegunungan. Penduduknya sebagian bermatapencaharian
sebagai petani dan nelayan dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah karena
sebagian penduduk di sini adalah lulusan SD ( Sekolah Dasar ).
Situasi sumber daya di Puskesmas
terdiri dari ketenagaan yang berjumlah 8 orang paramedis dan 12 orang staf
administratif. Puskesmas ini adalah Puskesmas Tempat Tidur ( TT ) dengan
kapasitas 30 tempat tidur termasuk pelayanan persalinan. Dari sisi sarana /
parasarana, puskesmas memiliki 1 rumah dokter dan 4 rumah paramedis. Sebagai
ujung tombak pelayanan kesehatan, Puskesmas Tamanako memiliki 3 puskesmas
pembantu, dua diantaranya tidak berpenghuni, 2 pos desa, 11 posyandu dadn didukung
oleh 1 puskesmas keliling. Namun dengan jejaring itu, tetap saja banyak
masyarakat yang tidak terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Ketidakterjangkauan
umumnya karena jarak yang terlalu jauh, sulitanya medan dan tantangan cuaca.
Ditambah lagi dengan data bahwa puskesmas adalah satu – satunya unit pelayanan
kesehatan strata pertama di wilayah ini.
Secara keseluruhan, pengguna
institusi puskesmas oleh masyarakat Kepulauan Sangihe untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan bisa dikatakan besar. Hal ini tercermin dari data jumlah
kunjungan ke puskesmas yang menunjukkan peningkatan.
Tabel Jumlah Kunjungan ke Puskesmas
Tahun
|
Rata – Rata Jumlah Kunjungan
|
|
Per-bulan
|
Per-Tahun
|
|
2003
|
1.184
|
14.208
|
2004
|
9.571
|
114.860
|
Dalam hal program layanan, Puskesmas ini menjalankan
18 usaha pokok dengan menekankan pada program prioritas seperti KIA, gizi,
Kesehatan Lingkungan dan P2M. Beberapa usaha pokok tidak berjalan seperti
Kesehatan Mata, Kesehatan Jiwa, Kesehatan Olahraga dan Kesehatan Kerja.
3.2. Fenomena Pelayanan Kesehatan
di Wilayah Kerja Puskesmas Tamako
3.2.1. Pelaksanaan Manajemen
1.
Organisasi
Jumlah puskesmas yang ada di wilayah
Kabupaten Kepulauan Sangihe reative belum menjangkau keseluruhan masyarakat
yang ada di wilayah ini. Perbandingan jumlah Puskesmas dan jumlah penduduk
menunjukkan masih kurangnya kuantitas sarana pelayanan kesehatan bagi
masyarakat di daerah terpencil dan perbatasan.
Pada tahun 2002, dari 20 puskesmas yang
di bawahi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten sebagaia besar diantaranya dipimpin
oleh dokter Pegawai Tidak Tetap ( PTT ), 7 Puskesmas dipimpin oleh dokter PNS
dan 3 puskesmas yang dipimpin oleh para medis. Para dokter PTT ini diberi tugas
sama dengan dokter PNS dalam hal melaksanakan semua program kesehatan daerah
termasuk pencapaian target upaya kesehatan dan juga program – program kesehatan
lainnya. Tetapi pemberian tanggung jawa ini tidak dibarengi dengan pemberian
wewenang yang setara dengan dokter PNS tadi. Hal ini dirasakan sebagai keanehan
karena para menyebabkan para staf bersikap “memandang sebelah mata” terhadap
dokter PTT yang sebenarnya adalah atasan
langsung mereka. Imbasnya adalah terlihat dari kedisiplinan dan etos kerja
terkesan menurun karena ada sikap pandang bulu tadi.
2.
Pengobatan
Dasar
Masalah
di sini adalah ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan. Ambil contoh tahun
2001, wilayah ini membutuhkan 1.092 jenis obat yang tersedia di Gudang Farmasi
Kabupaten ( GFK ) hanya 996 jenis obat, yang mana 560 ( 51 % ) diantaranya
adalah jenis obat generik. Obat – obatan yang di-drop dari GFK sebagian besar
bukan obat yang sesuai dengan permintaan. Ad aobat yang diminta berkali – kali
tapi tidak diberikan, atau kalaupun diberikan , dengan jumlah yang sedikit.
Sebaliknya ada yang tidak diminta justru diberikan terus menerus. Akibatnya
fenomena “PBB ( Panas Batuk Beringus )” sukar dihilangkan. Masyarakat bisa
menilai secara kasat mata bahwa ada beberapa pasien dengan keluhan berbeda
mendapat obat yang sama.
3.
Manajemen
Puskemas
Kurangnya
pengetahuan para Kepala Puskesmas dan rendahnya disiplin/ etos kerja
staf, menjadikan unsur manajemen sering kali tidak berjalan dengan baik dam
efektif. Faktor kesejahteraan pegawai memang diajdikan alasan munculnya faktor
ini. Masuk di akal kerana satu – satunya pendapatan resmi mereka hanyalah dari
gaji. Unsur pimpinan harus mencari bisa mencari jalan untuk motivasi mereka
dengan cara memenuhi kebutuhan mereka. Sedikit mencemaskan bila melihat kenyataan
bahwa sebagian gaji mereka yang sedikit
itu, telah digadaikan di bank.
Begitu
pula tentang perencanaan rutin tiap tahun yang tidak berjalan sehingga kegiatan
berjalan apa adanya sesuai kebiasaan yang dianggap sudah baik atau sudah biasa.
Terasa kali bahwa tidak pernah ada upaya meneliti kebutuhan masyarakat untuk
disesuaikan dengan upaya pengembangan.
Tidak pernah terpikir untuk mempersoalkan kendali mutu pelayanan karena
kurangnya pengetahuan, peralatan dan perhatian tersita pada upaya pengobatan.
3.2.2.
Upaya
Kesehatan
Secara
umum banyak program target rogram – program prioritas maupun pengembangan yang
tidak bisa dicapai oleh Puskemas Tamako. Ini banyak sekali disebabkan oleh
banyaknya terget yang diturunkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten sangat berbeda
dengat terget riil yang ada di lapangan.
Upaya KIA
ditandai dengan terdapatnya kasus – kasus resiko tinggi seperti perdarahan,
infeksi dan bayi berat lahir rendah ( BBLR ). Khusus masalah resiko ini
dihadapakan dengan tantangan mempersiapkan dan mengartur rujukan mengingat
cuaca dan kondisi alam yang kadang kala tidak bersahabat.
Upaya
Kesehatan Lingkungan ditandai dengan rendahnya jumlah anggota keluarga yang
SAB, SPAL dan jamban keluarga. Kondisi alam yang terdiri dari pinggiran sungai
dan pesisir pantai serta daya resap tanah memegang peran penting terjadinya
kondisi ini di samping tentu saja pemahaman dan kemampuan finansial yang redah,
dapat dianggap sebagai pencetus terjadinya kondisi ini.
Dari
program P2M ditemukan tingginya angka Annual
Malariometrik Index ( AMI ), hal ini menunjukkan tingginya kejadian malaria,
TBC serta rabies di wilayah kerja Puskesmas Tamako yang membutuhkan perhatian
khusus dan penanganan yang intensif dari pihak medis yang profesional.
3.2.3.
Keadaan Sumber Daya
1.
SDM
Masalah
kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan tampaknya dalah salah satu yang pelik
untuk diselesaikan. Dihadapkan dengan satus Puskesmas adalah rawat inap, tentu
saja memerlukan tenaga yang cukup, justru terjadi pemindahan staf ke kabupeten
lain tanpa sepengetahuan Kepala Puskesmas. Untuk mengatasi masalah ini
dilakukan perekrutan honorer, dan ini berarti puskesma harus menanggung
pengeluaran itu, paling tudak, menalangi uang transportasi bagi mereka. Masalah
lebih diperparah dengan kualitas yang semakin lama semakin manurun.
Distribusi
tenaga kesehatan di wilayah Kepulauan Sangihe memang terasa masih sangat kurang
sehingga belum mencukupi kebutuhan kesehatan masyarakatnya. Rasio tenaga kerja
dan jumlah penduduk yang belum berimbang inilah yang jelas mempengaruhi
kualitas pelayanan kesehatan di wilayah kepulauan ini.
2.
Pembiayaan
Pada
akhirnya masalah yang harus disorot diera otonomi ini adalah masalah keuangan
atau pembiayaan Puskesmas Tamako. Secara umum terlihat ada peningkatan alokasi
anggaran untuk pembangunan sektor kesehatan di wilayah kepulauan ini. Dari
tahun ke tahun terlihat adanya upaya untuk lebih meningkatkan kepedulian
terhadap sektor kesehatan. Ini terlihat dari distribusi penganggaran dari APBD
dan APBN yang terus meningkat.
Tabel Pembiayaan Kesehatan
Tahun
|
APBD (Rp.)
|
APBN ( Rp.)
|
1998
|
11.813.825
|
|
1999
|
19.154.130
|
|
2000
|
13.604.946
|
|
2001
|
16.243.563.000
|
250.000.000
|
2002
|
28.992.728.000
|
1.850.000.000
|
2003
|
55.012.345.000
|
11.490.632.000
|
Fenomena
ini, sayangnya tidak seirama dengan upaya – upaya teknis yang ada dilapangan.
Realisasi proyek pembangunan sarana kesehatan sebagian besar tidak sesuai
dengan kebutuhan dan ketentuan. Misalnya pernah terjadi pada saat ada proyek
rehabilitasi Puskesmas pembantu, seng yang tua dibalik, lalu dicat, dan
dipasang lagi; dinding beton yang digantikan dengan papan triplek yang di-cat
sehingga trlihat dari kejauhan seperti dinding beton yang asli. Begitu pula
dengan proyek-proyek yang tidak sesuai dengan kebutuhan tetapi dipaksakan
diterima di Puskesmas. Contohnya, antena SSB yang sudah ada, ditambah lagi
dengan antena yang baru yang berarti mencari lokasi pemasangan di halaman
Puskesmas sehingga halaman yang sudah sempit semakin jadi sempit. Begitu pula
dengan kursi gigi yang sudah ada 2 buah justru di tambah lagi 1 buah yang lebih
baru dan lebih besar. Padahal tidak ada dokter gigi yang berkunjung ke
Puskesmas Tamoko. Akibatnya ketiga kursi tadi menjadi kursi bersantai para
medis saat setelah melayani para pasien. Selain itu, anggaran rutin sebagian besar
untuk gaji pegawai, sangat sedikit yang dialokasikan untuk untuk dana rutin
lain seperti pemeliharaan gedung.
Alternatif
penyelesaian masalah kendala dalam pembiayaan kesehatan bagi masyarakat adalah
pembetukan kelompok dana sehat. Dimana kelompok dana sehat tersebut dengan
menggalang dana rutin untuk membantu pembiayaan pelayanan kesehatan. Mekanisme
yaitu ketika masyrakat berobat disediakan kotak dana untuk penggalanan dana
kesehatan, kotak dana sehat juga bisa di letakkan di toko – toko ataupun tempat
umum lainnya, yang tiap satu bulan kotak dana sehat tersebut diambil oleh
petugas kesehatan untuk disimpan dan digunakan sebagaimana mestinya untuk
pembiayaan pelayanan kesehatan.
3.2.4.
Keadaan
Lingkungan
Kerjasama
lintas sektoral do wilayah kerja tampaknya sangat sulit dilaksanakan karena
pemahaman dari masyarakat bahwa
kesehatan adalah urusan semata – mata Puskesma saja. Pemahaman yang sulit
diubah karena tingkat pendidikan yang sebagian besar masih rendah dan
patronisasi yang masih kuat. Ini karena, walaupun tidak semua, banyak tokoh
masyarakat yang mengarakan kepada masyarakat cara berpikir seperti ini.
Rujukan
pelayanan kesehatan perseorangan menemui banyak kendala dengan faktor cuaca,
geografi, komunikasi, sarana transportasi dan peralatan. Terkadang pasien tiba
di Puskemas dalam keadaan yang gawat karena keluarga harus menandunya melewati
daerah pegunungan yang licin di musim penghuja
atau harus melewati dan membersihkan longsor di perjalanan. Terkadang
setelah dilakukan pemeriksaan dan harus dirujuk ke rumah sakit kabupaten,
masyarakat menghadapi masalah transportasi karena satu – satunya pusling yang
ada sudah sering “error” . masih untung jika keadaan lautan tenang, pasien bisa
dirujuk lewat laut. Masalahnya, musim ombak di wilayah sini lebih panjang
daripada musim tenang. Informasi dari Badan Meteorologi dan Geofisika ( BMG )
Manado mengkategorikan perairan di kepulauan ini sebagai perairan yang memiliki
gelombang besar dengan curah hujan yang tinggi dan angin yang kencang. Sistem
informasi kesehatan sederhana ( misalnya SSB ) seyogyanya diperuntukkan bagi
keadaan sulit seperti ini belum juga maksiman karena tidak bisa berkomunikasi
langsung dengan operator di RS Kabupaten.
3.3.
Peraturan
Perundang – Undangan Kesehatan
Berikut
ini beberapa peraturan perundangan bidang kesehatan—namun tidak terbatas
pada—yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Undang - Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial khususnya Jaminan/Pembiayaan
Kesehatan.
a.
Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Di
dalam Bab IV. 2 undang-undang ini dinyatakan bahwa, pembangunan jangka panjang
2005-2025 di bagi dalam 4 (empat) tahapan, yaitu: Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) ke-1 (2005-2009), RPJM ke-2 (2010-2014), RPJM ke-3 (2015-2019)
dan RPJM ke-4 (2020-2024). Secara khusus, terkait dengan arah dan tahapan
pengembangan jaminan sosial, khususnya bidang kesehatan, tahapannya adalah sbb:
- Pada RPJM 2010-2014:
arah dan kebijakan bangnas ditujukan untuk lebih memantapkan kembali Indonesia
di segala bidang dengan menekankan pada upaya peningkatan kualitas SDM sejalan
dengan terus meningkatnya kesejahteraan rakyat yang ditunjukkan oleh membaiknya
berbagai indikator pembangunan SDM, (…) sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
berkualitas disertai dengan berkembangnya lembaga jaminan sosial.
- Pada RPJM 2015-2019:
arah dan kebijakan bangnas ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara
menyeluruh di berbagai bidang (…) yang didorong oleh meningkatnya pertumbuhan
ekonomi yang berkualitas disertai terwujudnya lembaga jaminan sosial.
- Pada RPJM 2020-2025:
arah dan kebijakan bangnas ditujukan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang
mandiri, maju, adil dan makmur melalui percepatan pembangunan (…) sejalan
dengan terus meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan oleh makin
tinggi dan meratanya tingkat pendapatan masyarakat dengan jangkauan lembaga
jaminan sosial yang lebih menyeluruh.
b. Perpres No. 5 Tahun 2010 tentang
Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN)
2010-2014
Dalam
RPJMN dituliskan bahwa Visi Indonesia 2014 adalah:
“Terwujudnya Indonesia Yang Sejahtera,
Demokratis, Dan Berkeadilan”. Usaha-usaha perwujudan visi Indonesia 2014
dijabarkan dalam 3 (tiga) misi pemerintah tahun 2010-2014, yaitu: 1) misi
melanjutkan pembangunan menuju Indonesia yang sejahtera; 2) misi memperkuat
pilar-pilar demokrasi; 3) misi memperkuat dimensi keadilan di semua bidang. Dalam
mewujudkan visi dan misi tersebut, ditetapkan 5 (lima) agenda utama bangnas
tahun 2010-2014, yaitu: 1) agenda pembangunan ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan rakyat; 2) agenda perbaikan tata kelola pemerintahan; 3) agenda
penegakan pilar demokrasi; 4) agenda penegakan hukum dan pemberantasan korupsi;
5) agenda pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk mewujudkan agenda
ditetapkanlah 3 (tiga) sasaran pembangunan yang meliputi: sasaran pembangunan
ekonomi dan kesejahteraan, sasaran perkuatan pembangunan demokrasi, dan sasaran
penegakan hukum.
Selanjutnya
berdasarkan arah kebijakan umum bangnas, ditetapkanlas sebelas (11) Prioritas
Nasional. Dalam prioritas nasional tersebut, kesehatan menempati posisi
penting, yaitu berada pada prioritas nomor 3. Dalam prioritas kesehatan salah
satunya dituliskan—dalam butir 5—tentang target penerapan asuransi kesehatan
nasional untuk seluruh keluarga miskin dengan cakupan 100% pada 2011 dan
diperluas secara bertahap untuk keluarga Indonesia lainnya pada periode antara
2012-2014.
c. UU No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
Kesehatan
merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Sesuai dengan semangat
Pancasila dan unsur paradigma nasional lainnya, maka setiap kegiatan dan upaya
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya dilaksanakan
berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan
berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia
Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta pembangunan
nasional. Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
pada mulanya berupa upaya penyembuhan penyakit, kemudian secara berangsur-
angsur berkembang ke arah keterpaduan upaya kesehatan untuk seluruh masyarakat dengan
mengikutsertakan masyarakat secara luas yang mencakup upaya promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif yang bersifat menyeluruh terpadu dan berkesinambungan.
Perkembangan ini tertuang ke dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) pada tahun
1982 yang selanjutnya disebutkan dalam GBHN 1983 dan GBHN 1988 sebagai tatanan
untuk melaksanakan pembangunan kesehatan.
Persoalan
kesehatan sendiri saat ini sebagai suatu faktor utama dan investasi berharga
yang pelaksanaannya didasarkan pada sebuah paradigma baru yang biasa dikenal
dengan paradigma sehat, yakni paradigma kesehatan yang mengutamakan upaya
promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. Pada sisi lain,
perkembangan ketatanegaraan bergeser dari sentralisasi menuju desentralisasi yang
ditandai dengan diberlakukannya Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa bidang kesehatan sepenuhnya diserahkan
kepada daerah masing-masing yang setiap daerah diberi kewenangan untuk
mengelola dan menyelenggarakan seluruh aspek kesehatan.
d. UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
Dalam
Pasal 22 disebutkan bahwa dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai
kewajiban: a) melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan
nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b) meningkatkan
kualitas kehidupan, masyarakat; c) mengembangkan kehidupan demokrasi; d)
mewujudkan keadilan dan pemerataan; e) meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
f) menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; g) menyediakan fasilitas sosial
dan fasilitas umum yang layak; h) mengembangkan sistem jaminan sosial; i)
menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; j) mengembangkan sumber daya
produktif di daerah; k) melestarikan lingkungan hidup; l) mengelola administrasi
kependudukan; m) melestarikan nilai sosial budaya; n) membentuk dan menerapkan
peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan kewajiban lain
yang diatur dalam peraturan perundang - undangan.
3.4.
Konsep Pemerataan dalam Pelayanan
Kesehatan (Equity In Health Care
Services)
1.
Konsep Equity ( Pemerataan )
Hasil
penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa kurangnya pemerataan pendapatan
adalah salah satu faktor pada masalah kesehatan yang muncul, meskipun hal
tersebut bukan satusatunya faktor penyebab utama, karena kurangnya pendapatan
mempengaruhi keterbatasannya mengakses pelayanan kesehatan yang memadai.
Kurangnya kemampuan orang yang berpendapatan rendah memanfaatkan sikap ramah
tamah, teknologi, dan kondisi layak seperti bagi orang yang berpendapatan
tinggi, sehingga perlakuan social ini membuat mereka semakin termarginalisasi.
Oleh karena itu, pemerintah turun tangan dan mengintervensi untuk melindungi
akses orang miskin terhadap pelayanan kesehatan dasar (WHO, World Health Report
2003).
Kebijakan
menentukan bagaimana uang, kekuasaan dan sumberdaya mengalir ke masyarakat,
sehingga menjadi salah satu faktor determinan kesehatan. Advokasi kebijakan
kesehatan publik semakin menjadi strategi yang penting yang dapat kita gunakan
sebagai panduan dalam penentuan status kesehatan. Meskipun agenda kebijakan
merupakan bagian dari strategi politik dengan kepentingan yang berbeda-beda, sistem
pembiayaan dan legislasi pelayanan kesehatan yang tersedia bagi orang miskin
adalah strategi pendekatan utama untuk mencapai pemerataan kesehatan (Rosen S.
2002).
Kontribusi
dari pendapatan pemerintah yang digunakan untuk kesehatan pada tahun 2002 untuk
setiap propinsi, sangat bervariasi, yaitu antara 5%-10% dari total anggaran
belanja pemerintah atau hanya sekitar 2%-3% dari rata-rata PDRB daerah
(National Health Account, Ministry of Health, 2002). Hal ini sangat dirasakan
keterbatasan sumber daya biaya untuk kesehatan. Secara ideal, pembiayaan
kesehatan pemerintah ini sekurang-kurangnya adalah 5% dari PDRB daerah atau
kurang lebih 15% dari anggaran pemerintah daerah, APBD (Forum Asosiasi Dinas
Kesehatan, 2000). Perbedaan anggaran kesehatan di tingkat daerah akan
mengakibatkan perbedaan distribusi subsidi pemerintah untuk pelayanan
kesehatan. Perbedaan distribusi subsidi akan membentuk pola yang variatif
apabila dilakukan komparasi antar daerah. Anggapan umum mengemukakan bahwa,
subsidi pemerintah akan terdistribusi secara lebih besar di daerah yang
mempunyai proporsi masyarakat miskin lebih besar. diambil Merupakan kebijakan untuk melindungi
orang miskin. Variasi dalam pengeluaran subsidi akan Mengakibatkan dampak
distribusi yang berbeda pula.
Hasil
Penelitian tentang Equity dalam pembiayaan pelayanan kesehatan (PMPK FKUGM
2009), menunjukkan adanya indikasi bahwa kebijakan subsidi kesehatan Indonesia
masih terlihat dinikmati oleh orang kaya (pro-rich) dan terjadi
kesenjangan yang semakin besar (equality reducing), khususnya untuk
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Sedangkan untuk pelayanan lainnya, subsidi
pelayanan kesehatan relatif sampai ke sasaran. Hal lainnya adalah, disparitas
antarnpropinsi, dimana propinsi yang memiliki anggaran kesehatan yang besar,
memiliki kecenderungannuntuk melindungi masyarakat miskin melalui subsidi
kesehatan semakin besar. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya
(O'Donnell, O., E. Van Doorslaer, et al,2005) yang membandingkan kondisi
pengguna fasilitas kesehatan pemerintah antar beberapa Negara di Asia Pasifik.
2.
Dampak Letak Geografi Wilayah
Terhadap Equity Pelayanan Kesehatan
Analisis
mengenai sebaran utilisasi pelayanan kesehatan di Indonesia antara tahun 2000-
2007 memberikan gambaran situasi menarik, khususnya komparasi antar wilayah.
Kebijakan pembiayaan kesehatan tahun 2000-2007 telah berhasil memperbaiki
kemerataan sosial ekonomi
secara
umum/nasional, tetapi belum bisa memperbaiki kesenjangan antar wilayah. Rumah
sakit di wilayah yang jauh dari pusat pemerintahan (baca: Indonesia Timur)
cenderung digunakan oleh kalangan masyarakat „mampu‟. Sebagian besar masyarakat
miskin, belum dapat atau bahkan tidak memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan dikarenakan oleh keterbatasan akses menuju ke pelayanan kesehatan (Geographical
Barrier). Kondisi pembiayaan social saat ini yang dilakukan melalui
berbagai skema jaminan kesehatan social seperti JPKM, ASKESKIN, dan JAMKESMAS
belum berhasil/mengurangi hambatan akses bagi masyarakat miskin untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan rumah sakit maupun fasilitas kesehatan
non-rumah sakit lainnya di wilayah terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK).
Saat ini Jamkesmas mengijinkan rumah sakit pemerintah dan swasta untuk melayani
pasien dari kalangan masyarakat miskin atau hampir miskin. Hal tersebut
meningkatkan akses bagi masyarakat miskin atau hampir miskin di perkotaan dan
di pulau Jawa untuk mendapat perawatan rumah sakit pemerintah dan swasta dan
pelayanan kesehatan yang berbiaya tinggi. Tetapi salah satu kelemahan Jamkesmas
adalah belum adanya biaya untuk akses ke pelayanan bagi kaum miskin. Sebagai
contoh, di Kepulauan Sangihe, mungkin biaya berobatnya gratis, tetapi biaya
transport dari suatu pulau ke pulau yang yang tersedia layanan kesehatan,
mungkin sampai jutaan rupiah. Hal ini menyebabkan biaya berobat menjadi semakin
mahal, dan menyebabkan terjadi ketidak adilan geografis.
3.
Katastropik Pembiayaan Kesehatan
Sistem Kesehatan memberikan pelayanan kesehatan,
pencegahan dan pengobatan, yang dapat membuat perbedaan yang besar/banyak pada
kesehatan masyarakat. Bagaimanapun juga untuk memenuhi atau mendapatkan
pelayanan tersebut bisa menimbulkan kebutuhan individu menjadi pengeluaran catastrophic
dari pendapatan mereka, dan beberapa rumah tangga terpaksa menjadi miskin. Pemerataan dalam bidang pembiayaan kesehatan
adalah salah satu bagian dari tujuan pokok dari sistem kesehatan. Keadilan
dalam kontribusi pembiayaan dan perlindungan terhadap resiko keuangan
berdasarkan dugaan bahwa sebaiknya rumah tangga dapat membayar bagian yang
secara adil
Dalam kenyataannya menanamkan dugaan-dugaan
keadilan dalam pembiayaan merupakan satu langkah ke depan untuk mencegah
pengeluaran yang catastrophic ketika salah satu anggota keluarga sakit.
Pembuat kebijakan kesehatan sudah lama memperhatikan secara khusus dengan
perlindungan orang dari kemungkinan terganggu kesehatannya yang menyebabkan catastrophic
dari pembayaran keuangan dan sesudahnya menyebabkan pemiskinan (impoverishment).
4.
NATIONAL HEALTH ACCOUNT
National Health Account (NHA)
adalah suatu cara sistematis, komprehensif dan pemantauan secara konsisten dari
aliran dana/pembiayaan pada sistem kesehatan di suatu negara. Health system
yang dimaksud disini adalah segala sesuatu upaya yang dilakukan dengan maksud
utamanya adalah untuk mempromosikan, meningkatkan dan mempertahankan status
kesehatan NHA merupakan Input untuk mengarahkan dan meningkatkan kinerja sistem
kesehatan.
Fokusnya
adalah pada dimensi pembiayaan dari suatu sistem kesehatan, terutama
pengeluaran biaya untuk kesehatan Dimensi analisis dari NHA mencakup:
1.
Sumber pembiayaan (Financing sources)
2.
Badan/ agen pembiayaan (Financing agents)
3.
Pemberi pelayanan (Providers)
4.
Fungsi pembiayaan (functions), Biaya sumber daya (Resource costs)
5.
Beneficiaries (demographic, socioeconomics, health status)Wilayah (Region)
NHA
merupakan sistem yang terstandarisasi yakni:
1.
ICHA (International Classification of Health Account), adopted by OECD ---->
detailed definition of each item
2.
SNA (System of National Account) ---> SHA (System of Health Account) Health
Account dan reformasi pembiayaan sektor kesehatan akan memfokuskan pada hal-hal
sbb:
1.
Desentralisasi fiscal (Fiscal decentralization/DHA)
2.
Biaya tarif yang dibayar lien pada saat menggunakan pelayanan (Users fee)
3.
Asuransi kesehatan (Health Insurance)
4.
Pembiayaan kesehatan untuk masyarakat miskin (Funding health care for the poor)
5.
Alokasi pembiayaan publik (Allocation public spending; Public Expenditure
Review/PER)
Peran
dari Pengorganisasian NHA
Fungsi
Utama Pengorganisasian:
1.
Pengumpulan data
2.
Manajemen data
3.
Bank Data
4.
Analisis Output NHA
5.
Diseminasi hasil/output NHA
Fungsi
tambahan adalah:
1.
Clearing house
2.
Rujukan terhadap inventory
3.
Fungsi asistensi teknis kepada institusi lain mengenai NHA
4.
Seminar hasil NHA
Penunjang/Fungsi
Manajemen
1.
Administrasi Umum
2.
Koordinasi dan jejaring (networking) dengan sumber-sumber data
3.
Koordinasi dan jejaring dengan dengan analist Health Account
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Permasalahan
geopoltik yang sangat pelik sampai saat ini yaitu pemerataan pelayanan
kesehatan di Indonesia, khususnya di wilayah Kepulauan Sangihe. Salah satu
kasus di Kabupaten Kepulauan Sangihe yaitu Puskesmas Tamako yang letaknya sulit
dijangkau dan berada pada wilayah perbatasan.
2. Gambaran
secara umum kondisi Puskesmas Tamako, Kepulauan Sangihe yakni jumlah puskesmas
pembantu yang relatif belum menjangkau seluruh masyarakat, manajemen SDM yang
masih kurang, cakupan pelayanan yang relatif masih rendah, realisasi proyek
kesehatan yang masih asal – asalan, pandangan masyarakat yang masih belum berubah
mengenai siapa yang bertanggung jawab pada sektor kesehatan, ketertsediaan
vaksin dan obat yang belum terjamin.
3. Faktor
– faktor yang mempengaruhi ketidakadilan dalam pemerataan pelayanan kesehatan
diantaranya letak geografis suuatu wilayah yang tidak dapat dijangkau, adanya
penyelewengan terhadap peraturan perundang – undangan kesehatan yang telah
ditetapkan, fokus konsentrasi pemerintah hanya berada di wilayah sekitar Ibu
Kota atau daerah – daerah kota besar lainnya.
4. Konsep
–konsep pemerataan pelayanan kesehatan yang dapat dilakukan yakni dengan konsep
equity ( pemerataan ), pengaturan pelayanan kesehatan bedasar letak geografis,
katastropik pembiayaan kesehatan dan melakukan National Health Account (
NHA )
4.2.
Saran
Telah dipaparkan gambaran pelayanan
kesehatan di wilayah Kepulauan Sangihe
dengan berbagai keterbatasan yang ada. Baik faktor internal maupun ekstrenal
secara langsung mempengaruhi pola pelayanan kesehatan yang ada. Berbagai
kelemahan yang namapak tentu saja tidak bisa serta merta dianggap sebagai
kegagalan impelentasi geopolitik di Indonesia. Walaupun tak bisa dipungkiri ada
beberapa kelemahan jstru terjadi setelah era globalisasi ini berlangsung.
Dinamika pelayanan kesehatan di salah satu puskemas di wiayah Kepulauan Sangihe
ini hanayalah salah satu sumbang bagi perbaikan sistem pelayanan kesehatan di
negeri ini.
Ada beberapa
saran yang perlu saya sampaikan kepada pihak – pihak terkait :
1. Pemerintah,
perlu melaksanakan pengembangan kemampuan tenaga kesehatan secara kontinu.
Mulai dari pembekalan, pelatihan sampai dengan studi lanjut bagi seluruh tenaga
kesehatan di wilayah – wilayah terpencil dan daerah perbatasan.
2. Perlunya
dibentuk Badan Peduli Puskesmas untuk menjadi “corong” dalam rangka menyurakan
kebutuhannya kepada masyarakat dan pemerintah.
3. Perlunya
diberikan tunjangan khusus bagi para tenaga kesehatan yang berada di wilayah
terpencil, perbatasan, kepulauan dan daerah rawan bencana.
4. Masyarakat
perlu memonitoring pelaksanaan kebijakan Undang – Undang Kesehatan dalam
mengelola dan merealisasikan segala rencana program yang dibuat oleh
Pemerintah.
5. Pemerintah
perlu melakukan pemerataan pelayanan kesehatan dengan konsep – konsep yang
efektif, cepat tepat dan efesien.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2003. Paradigma Nasional Kesehatan. http://rapidlibrary.com/files/16-paradigma-nasional-kesehatan-pdf_ulcmwvvycri89on.html
diunduh pada tanggal 30 Desember 2012 pukul 16.00
Anonim. 2006. Mengkaji Implementasi Perda Pelayanan Publik
yang Berpihak pada Kepentingan Masyarakat .http://psflibrary.org/catalog/repository/menggagasperda.pdf diunduh pada tanggal 30 Desember 2012, pukul
17.00
Dinas
Kesehatan. 2008. Sistem Pembiayaan. http://www.pusdiklat-aparaturkes.net/Downloads/Diklat%20Kepemimpinan/Pelatihan%20PKP%20Kepala%20Dinkes/MODUL.3%20PKP%20KADINKES/POKOK%20BAHASAN%20DAN%20ATAU%20SUB%20POKOK%20BAHASAN/Konsep%20Equity%20Dalam%20Kebijakan%20Kesehatan%20%201/Materi%20Inti%203_Sistem%20pembiayaan.pdf
diunduh pada tanggal 30 Desember 2012 pukul 16.00
Idris,
F. 2008 Mengadvokasi Sistem Pelayanan Kesehatan/Kedokteran Terpadu. Majalah
Kedokteran Indonesia, Vol: 58, No: 10.
Lemhannas
RI. 2010a. Konsepsi Wawasan Nusantara. Modul 2 (Buku 6). Bidang
Studi/Materi Pokok Geopolitik dan Wawasan Nusantara
Menkes RI. 2010 Kebijakan dan Strategi
Pembangunan Kesehatan Indonesia dalam rangka Peningkatan Kualitas Sumber
Daya Manusia. Pointers pada ceramah di hadapan peserta PPRA XLV, Lemhannas
RI, 23 Agustus 2010.
Moeloek.
2008 Konsep Praktik Kedokteran Menghadapi Globalisasi dan Desentralisasi. Pointers
di sampaikan pada Seminar”Indonesia Menghadapi Globalisasi Praktik Kedokteran,
KKI, Jakarta, 27 Agustus 2008.
Pemerintah
RI. 2004. Lembaran Negara RI No 104, 2004. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
2004.
Pemerintah
RI. 2004. Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4456, 2004. Penjelasan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional.
Pemerintah
RI. 2004. Lembaran Negara RI Nomor 125,
2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
Pemerintah
RI. 2007. Lembaran Negara RI Nomor 33, 2007. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005-2025.
Pemerintah
RI. 2009 Lembaran Negara RI Nomor 144, 2009. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pemerintah RI, 2010 RPJMN,
2010-2014.
Sekplin,
Sekeon. 2004. Gambaran Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Tamoko
Kabupataen Sangihe. http://skripsistikes.files.wordpress.com/2009/08/31.pdf diunduh pada tanggal 30 Desember 2012, pukul
16.00
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945.2012. Amandemen Pertama sampai dengan
Ke Empat. Jakarta : Eska Media
1 komentar:
gak bisa kebaca woy -_- pinggir2nya kepotong .
Posting Komentar