RSS

Selasa, 06 Januari 2015

BESI DAN INFEKSI



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh, zat ini terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam sintesa haemoglobin (Hb). Anemia defisiensi zat besi adalah kondisi dimana seseorang tidak memiliki zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya atau pengurangan sel darah karena kurangnya zat besi. Defisiensi besi dapat disebabkan oleh asupan makanan yang kurang mengandung zat besi, dan kehilangan darah yang banyak akibat adanya infeksi cacing.
Di Indonesia, infeksi kecacingan memiliki prevalensi cukup tinggi, terutama cacing tambang. Kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing-cacing khusus (cacing gelang, cacing tambang, dan cacing cambuk) yang ditularkan melalui tanah. Tempat 'bersarang' cacing-cacing ini di dalam tubuh manusia pun berbeda, ada yang bersarang di usus halus, misalnya cacing gelang dan cacing tambang. Ada juga yang bermukim di usus besar seperti cacing cambuk.
Penyakit kecacingan masih merupakan problema kesehatan dan ekonomi yang utama pada masyarakat, pekerja maupun individu. Diseluruh dunia diperkirakan masih banyak kasus penyakit kecacingan, penyakit kecacingan yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides lebih dari 1 milyar kasus, Trichuris trichiura sebanyak 795 juta kasus, dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) sebanyak 740,2 juta kasus. Distribusi prevalensi kecacingan menurut jenis cacing pada anak SD di kabupaten terpilih di 27 provinsi tahun 2002-2008 menunjukan bahwa prevalensi kecacingan akibat infeksi cacing gelang atau Ascaris lumbricoides tertinggi dibandingkan infeksi oleh cacing cambuk atau Trichuris trichiura dan cacing tambang atau Necator americanus.
Saat ini, penyakit kecacingan masih dianggap masalah sepele oleh masyarakat. Padahal jika dilihat dampak jangka panjangnya, kecacingan dapat menimbulkan kerugioan yang besar bagi penderita dan keluarganya. Cacing-cacing tersebut dapat menyebabkan tubuh manusia kehilangan darah bahkan sampai kronis apabila tidak mendapatkan penanganan yang tepat.

1.2  Rumusan Masalah
  1. Apa yang dimaksud dengan zat besi?
  2. Apa yang dimaksud dengan anemia defisiensi besi?
  3. Apa yang dimaksud dengan kecacingan?
  4. Apa saja faktor-faktor infeksi kecacingan sebagai penyebab anemia defisiensi besi?
  5. Bagaimana patofisiologi anemia defisiensi besi akibat kecacingan?
  6. Bagaimana gejala anemia defisiensi besi akibat kecacingan?
  7. Bagaimana upaya penanggulangan anemia defiensi besi akibat kecacingan?
  8. Bagaimana pengobatan anemia defiensi besi akibat kecacingan?

1.3  Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
  1. Mengetahui definisi zat besi
  2. Mengetahui definisi anemia defisiensi besi
  3. Mengetahui definisi kecacingan
  4. Mengetahui faktor-faktor infeksi kecacingan sebagai penyebab anemia defisiensi besi
  5. Mengetahui patofisiologi anemia defisiensi besi akibat kecacingan
  6. Mengetahui gejala anemia defiensi besi akibat kecacingan
  7. Mengetahui upaya pennggulangan anemia defiensi besi akibat kecacingan
  8. Mengetahui pengobatan anemia defisiensi besi akibat kecacingan
1.4  Manfaat
Berdasarkan latar belakang di atas maka keluaran yang diharapkan dari pembuatan makalah ini adalah :
  1. Dapat mengetahui definisi zat besi
  2. Dapat mengetahui definisi anemia defisiensi besi
  3. Dapat mengetahui definisi kecacingan
  4. Dapat mengetahui faktor-faktor infeksi kecacingan sebagai penyebab anemia defisiensi besi
  5. Dapat mengetahui patofisiologi anemia defisiensi besi akibat kecacingan
  6. Dapat mengetahui gejala anemia defiensi besi akibat kecacingan
  7. Dapat mengetahui upaya pennggulangan anemia defiensi besi akibat kecacingan
  8. Dapat mengetahui pengobatan anemia defisiensi besi akibat kecacingan







BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Zat Besi
2.1.1 Definisi Zat Besi
Zat besi adalah mineral makro, selama zat tersebut terdapat dalam jumlah yang relatif kecil di dalam tubuh. Mineral tersebut memainkan peranan yang sangat penting dalam kesehatan dan gizi, sementara itu kekurangan gizi yang disebabkan kekurangan besi sering terjadi. Mineral tersebut dalam darah dan dalam sel tubuh.
Kebanyakan zat besi dalam sel darah merah merupakan bagian dari hemoglobin dan pigmen sel merah. Zat besi berfungsi dalam sintesa dan metabolisme sel merah. Mineral tersebut bertindak sebagai pembawa oksigen yang diperlukan sel dan karbondioksida dari sel paru-paru. Besi juga diperlukan melepas tenaga dalam tubuh (Suhardjo, 1986).
Pada dasarnya, semua zat besi dalam tubuh berasal dari pangan. Setelah tubuh menyimpan persediaan pokok akan zat besi tersebut, kebutuhan tubuh disediakan dari 3 sumber :
a. Jika sel merah usang, besi didalamnya dilepaskan untuk dipakai kembali.
b. Tubuh menyimpan besi dalam hati, limpa, sumsum tulang dan mineral tersebut dapat diperoleh selama persediaan masih cukup.
c. Besi tambahan yang diperlukan harus disediakan lagi oleh pangan.
Kebutuhan akan zat besi meningkat selama masa pertumbuhan, selama datang bulan atau waktu lain ketika darah hilang dan selama hamil dan menyusui.
Jika tidak tercukup zat besi untuk memenuhi kebutuhan tubuh, maka jumlah hemoglobin dalam sel darah merah berkurang dan keadaan tidak sehat timbul yang dikenal dengan anemia ( kurang darah), anemia sangat sering terjadi karena konsumsi pangan yang tidak cukup mengandung besi,peningkatan permintaan tubuh akan besi selama pertumbuhan, hamil, menyusui, kehilangan darah, atau terlalu sedikit besi yang diserap dari tempat pencernaan.
Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh, zat ini terutama diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam sintesa haemoglobin (Hb) (Moehji, 1992).
Zat besi (Fe) merupakan jenis mineral mikro esensial yang mempunyai fungsi penting di dalam tubuh. Dibutuhkan dengan jumlah konsumsi  sekitar 1.5-2.2 mg per- harinya, zat besi mempunyai fungsi  penting di dalam tubuh antara lain sebagai media  transportasi bagi oksigen dari paru-paru ke berbagai jaringan tubuh serta  juga akan berfungsi sebagai katalis dalam proses penpindahan energi di dalam sel. Sebagai jenis mineral mikro esensial, kekurangan  zat besi di dalam tubuh dapat  mengakibatkan beberapa dampak negatif antara lain berkurangnya kekebalan tubuh,  menurunnya daya konsentrasi, menurunnya  daya ingat, menurunnya performa belajar,  mudah marah, berkurangnya  nafsu makan, dan menurunnya kebugaran tubuh.
Zat besi adalah suatu zat dalam tubuh manusia yang erat dengan ketersediaan jumlah darah yang diperlukan. Dalam tubuh manusia zat besi memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan dan mengangkut electron di dalam proses pembentukan energi di dalam sel. Untuk mengangkut oksigen, zat besi harus bergabung dengan protein membentuk hemoglobin di dalam sel darah merah dan myoglobin di dalam serabut otot. Bila bergabung dengan protein di dalam sel zat besi membentuk enzim yang berperan di dalam pembentukan energi di dalam sel.

2.1.2 Fungsi Zat Besi
Di dalam tubuh, fungsi utama  zat  besi adalah  dalam   produksi komponen pembawa oksigen yaitu hemoglobin dan mioglobin. Hemoglobin terdapat di dalam sel darah merah dan  merupakan protein  yang berfungsi untuk  untuk mengangkut oksigen ke berbagai jaringan-jaringan tubuh sedangkan mioglobin terdapat di dalam sel otot dan berfungsi untuk menyimpan dan mendistribusikan oksigen ke dalam sel-sel otot. Selain berfungsi  untuk memproduksi hemoglobin dan mioglobin, zat besi juga dapat tersimpan di dalam protein feritin, hemosidirin di dalam hati, serta di dalam sumsum tulang belakang. Sebagai indikator level jumlah zat besi di dalam tubuh,  feritin yang bersirkulasi di dalam darah dapat  digunakan untuk menilai  status zat  besi di dalam tubuh.
Zat besi adalah mineral penting bagi tubuh. Manfaat zat besi terutama untuk membawa oksigen ke sel-sel darah. Sekitar 2/3 zat besi dalam tubuh terdapat dalam hemoglobin. Berikut beberapa manfaat zat besi bagi tubuh.
1.                              Membawa Oksigen
Zat besi berfungsi sebagai pembawa oksigen dan berperan dalam mentransfer oksigen antar sel  sehingga oksigen dapat diistribusikan ke seluruh tubuh untuk menjamin fungsi-fungsi organ berlangsung dengan semestinya.
2.                           Membantu Pembentukan Hemoglobin
Zat besi berperan penting dalam membentuk hemoglobin. Zat besi merupakan komponen pembentuk hemoglobin dan memberikan warna merah tua pada sel darah serta membantu membawa oksigen ke sel-sel tubuh.
3.   Membantu Fungsi Otot
Zat besi merupakan unsur penting bagi kesehatan otot. Zat besi terdapat dalam jaringan otot dan membantu suplai oksigen yang diperlukan untuk kontraksi otot.
4.   Membantu Fungsi Otak
Pengembangan otak adalah salah satu manfaat zat besi. Karena suplai oksigen ke darah dibantu oleh zat besi dan otak menggunakan sekitar 20% oksigen darah, zat besi secara langsung berkaitan dengan kesehatan otak dan fungsi otak.
5.   Mengatur Suhu Tubuh
Zat besi adalah fasilitator bagi pengaturan suhu tubuh. Semakin baik kapasitas serapan tubuh terhadap zat besi, semakin baik tubuh mengendalikan suhu badan.
6.   Membantu Sintesis Neurotransmitter
Zat besi berperan penting dalam pembentukan beberapa neurotransmitter esensial seperti dopamine, norepinephrine, dan serotonin. Neurotransmitter adalah bahan kimia yang mengolah dan mengirim sinyal syaraf. Zat-zat kimia ini berperan penting dalam berbagai aktivitas yang melibatkan fungsi syaraf dan otak.
7.   Meningkatkan Kekebalan Tubuh
Zat besi berperan penting dalam pembentukan sistem kekebalan tubuh untuk melawan penyakit dan infeksi. Kekurangan zat besi menyebabkan tubuh mudah terserang penyakit.
8.   Membantu Metabolisma
Zat besi juga berperan dalam metabolisma energi dalam tubuh, dimana energi yang diekstrak dari makanan yang dikonsumsi akan didistribusikan ke seluruh tubuh.
9.   Membantu Pembentukan Enzim
Zat besi merupakan komponen penting penyusun beberapa jenis enzim dan bahan penting lainnya dalam tubuh seperti myoglobin, cytochrome dan katalase.
10.Mencegah dan Menyembuhkan Anemia
Kekurangan asupan zat besi dari makanan dapat menyebabkan anemia (kurang darah). Mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi dapat menyembuhkan beberapa jenis penyakit anemia.
2.1.3 Sumber Zat Besi
Ada dua jenis zat besi dalam makanan, yaitu zat besi yang berasal dari hem dan bukan hem. Walaupun kandungan zat besi hem dalam makanan hanya antara 5 – 10% tetapi penyerapannya hanya 5%. Makanan hewani seperti daging, ikan dan ayam merupakan sumber utama zat besi hem. Zat besi yang berasal dari hem merupakan Hb. Zat besi non hem terdapat dalam pangan nabati, seperti sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan dan buah-buahan. (Wirakusumah, 1999)
Zat besi banyak terkandung di dalam produk hewani terutama daging merah, telur serta ikan selain itu zat besi juga banyak terkandung di dalam berbagai jenis kacang-kacangan seperti kacang kedelai dan kacang hijau, berbagai jenis sayuran dan juga buah-buahan. Secara umum, berdasarkan sumbernya, zat besi mempunyai efesiensi penyerapan yang berbeda  di dalam tubuh. Zat besi yang berasal dari produk hewani atau disebut juga  sebagai besi-hem akan lebih mudah diserap oleh tubuh, sedangkan zat besi yang bersumber dari sayuran-sayuran dan buah-buahan atau yang  disebut sebagai besi-nonhem akan lebih sukar diserap oleh tubuh.
Asupan zat besi selain dari makanan adalah melalui suplemen tablet zat besi. Suplemen ini biasanya diberikan pada golongan rawan kurang zat besi yaitu balita, anak sekolah, wanita usia subur dan ibu hamil. Pemberian suplemen tablet zat besi pada golongan tersebut dilakukan karena kebutuhan akan zat besi yang sangat besar, sedangkan asupan dari makan saja tidak dapat mencukupi kebutuhan tersebut. Makanan yang banyak mengandung zat besi antara lain daging, terutama hati dan jeroan, apricot, prem kering, telur, polong kering, kacang tanah dan sayuran berdaun hijau (Pusdiknakes, 2003).

2.1.4 Komposisi Zat Besi Di Dalam Tubuh
Jumlah zat besi di dalam tubuh seorang normal berkisar antara 3 – 5 gr tergantung dari jenis kelamin, berat badan dan haemoglobin. Besi di dalam tubuh terdapat dalam haemoglobin sebanyak 1,5 – 3,0 gr dan sisa lainnya terdapat di dalam plasma dan jaringan. Di dalam plasma besi terikat dengan protein yang disebut “transferin” yaitu sebanyak 3 – 4 gr. Sedangkan dalam jaringan berada dalam suatu status esensial dan bukan esensial. Disebut esensial karena tidak dapat dipakai untuk pembentukan Hb maupun keperluan lainnya (Soeparman, 1990).

2.1.5 Penyerapan Zat Besi
Besi diserap (absorbsi) terutama dalam duodenum dalam bentuk fero dan dalam suasana asam (Soeparman, 1990). Penyerapan zat besi non hem sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor penghambat maupun pendorong, sedangkan zat besi hem tidak. Asam askorbat (vitamin C) dan daging adalah faktor utama yang mendorong penyerapan zat besi dikenal sebagai Meat, Fish, Poultry factory (MFP).
Tingkat keasaman dalam lambung ikut mempengaruhi kelarutan dan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Suplemen zat besi lebih baik dikonsumsi pada saat perut kosong atau sebelum makan, karena zat besi akan lebih efektif diserap apabila lambung dalam keadaan asam (ph rendah). Disamping faktor yang mendorong penyerapan zat besi non hem, terdapat pula faktor yang menghambat penyerapan yaitu teh, kopi dan senyawa Ethylene Diamine Tetraacetit Acid (EDTA) yang biasa digunakan sebagai pengawet makanan yang menyebabkan penurunan absorbsi zat besi non hem sebesar 50%. (Wirakusumah, 1999).

2.1.6 Eksresi Zat Besi
Berbeda dengan mineral lainnya, tubuh tidak dapat mengatur keseimbangan besi melalui ekskresi. Besi dikeluarkan dari tubuh relatif konstan berkisar antara 1,0 – 1,5 mg setiap hari melalui rambut, kuku, keringat, air kemih dan terbanyak melalui deskuamasi sel epitel saluran pencernaan.
Lain halnya dengan wanita yang sedang menstruasi dan wanita hamil setiap hari kehilangan besi 0,5 – 1,0 mg atau 40 – 80 ml darah dan wanita yang sedang menyusui sebanyak 1,0 mg sehari. Wanita yang melahirkan dengan pendarahan normal akan kehilangan besi 500-550 mg (Soeparman, 1990).
2.2 Anemia Defisiensi Besi
2.2.1 Pengertian Anemia Defisiensi Besi
Anemia adalah tingkat kekurangan zat besi yang paling berat dan terjadi bilakonsumsi Hemogobin jauh dibawah ambang batas yang ditentukan. Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dalam darahnya kurang dari 12gr%. Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar Hemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan trimester II ( Muryanti, 2006 ).
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang (Bakta, 2006).
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya yaitu bagi wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang memerlukan asupan besi dianjurkan untuk diberikan tablet besi. Untuk menegakkan diagnosa anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa. Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekati 800 mg.
Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun (Abdulmuthalib, 2009).
2.2.2 Penyebab Anemia Defisiensi Besi
Menurut Bakta (2006) anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:
1.      Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
b. Saluran genitalia (perempuan) : menorrhagia.
c. Saluran kemih: hematuria.
d. Saluran nafas: hemoptisis.
2.      Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan (asupan yang kurang) atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang rendah.
3.      Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, dan kehamilan.
4.      Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).

2.2.3 Manifestasi Klinis Anemia Defisiensi Besi
1.      Gejala Umum Anemia
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku (Bakta, 2006). Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas.
2.      Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah (Bakta, 2006) :
a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.
c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.



2.3 Kecacingan
2.3.1 Definisi Kecacingan
Kecacingan secara umum merupakan infeksi cacing ( Soil Transmitted Helminthes) yang disebabkan oleh cacing gelang, cacing cambuk,cacing tambang, bersifat parasit dan merugikan. Daur hidup berkaitan dengan perilaku hidup bersih dan kondisi sanitasi lingkungan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) dengan memberi imbuhan ke dan akhiran an terhadap suatu kata benda maka terhadap kata tersebut mengandung arti menderita atau mengalami kejadian, dengan demikian kata kecacingan berarti seseorang yang mengalami kecacingan.
Sedangkan Menurut Dinkes Jawa Timur (2003) Kecacingan ialah penyakit yang disebabkan karena masuknya parasit (berupa cacing) ke dalam tubuh manusia (Ginting, 2008).
Kecacingan adalah kumpulan gejala gangguan kesehatan sebagai akibat adanya cacing parasit di dalam tubuh. Penyebab cacingan yang populer yaitu : cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing kremi (Oxyuriasis vermicularis), cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) dan cacing tambang (Trichuris trichiura)( FK-UI 2010).

2.3.2 Penyebab Kecacingan
Secara epidemiologik, ada beberapa faktor yang memengaruhi kejadian kecacingan atau disebut dengan segitiga epidemiologi, yaitu faktor host, agent dan environment. Segitiga epidemiologi ini sangat umum digunakan oleh para ahli dalam menjelasakan konsep berbagai permasalahan kesehatan termasuk salah satunya adalah terjainya penyakit. Hal ini sangat komprehensif dalam memprediksi suatu penyakit.
Terjadinya suatu penyakit sangat tergantung dari keseimbangan dan interaksi ke tiganya. Segitiga epidemiologi cacingan sendiri sebagai berikut.
a.       Host
Host atau penjamu ialah keadaan manusia yang sedemikan rupa sehingga menjadi faktor risiko untuk terjadinya suatu penyakit. Manusia merupakan satu-satunya host bagi E. vermicularis. Manusia terinfeksi bila menelan telur infektif. Telur akan menetas di dalam usus dan berkembang menjadi dewasa dalam caecum, termasuk appendix (Mandell et al,1990).
b.      Agent
Agent merupakan penyebab penyakit, dapat berupa makhluk hidup maupun tidak hidup. Agent penyakit cacingan ini tentu saja adalah cacing.
c.       Environment
Faktor lingkungan adalah faktor yang ketiga sebagai penunjang terjadinya penyakit cacingan. Hal ini karena faktor ini datangnya dari luar atau biasa disebut dengan faktor ekstrinsik.
Helmint (cacing) adalah salah satu kelompok parasit yang dapat merugikan manusia. Berdasarkan taksonomi, helmint dibagi menjadi dua yaitu:
1.      Nemathelminthes (cacing gilik)
2.      Plathyhelminthes (cacing pipih)
Cacing yang termasuk Nemathelminthes yaitu kelas Nemotoda yang terdiri dari Nematode usus dan Nematoda jaringan. Sedangkan yang termasuk Plathyhelminthes adalah kelas Trematoda dan Cestoda. Namun yang akan dibahas di bawah ini adalah kelompok Nematoda usus. Sebab sebagian besar dari Nematoda usus ini merupakan penyebab kecacingan yang sering dijumpai pada masyarakat Indonesia khususnya pada usia Sekolah Dasar.

2.4 Faktor Infeksi Kecacingan Sebagai Penyebab Anemia Defisiensi Besi
Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling sering ditemukan di negara-negara berkembang. Pawlowski (1984) mengumpulkan berbagai data dari berbagai negara berkembang di Asia. Afrika dan Amerika Latin, dan menempatkan kecacingan seperti infeksi cacing gelang pada tempat ketiga setelah penyakit diare dan tuberkulosis, infeksi cacing tambang pada tempat keempat dan infeksi cacing cambuk pada tempat ketujuh (10).
Infeksi kecacingan pada manusia baik oleh cacing gelang, cacing cambuk maupun cacing tambang dapat menyebabkan pendarahan yang menahun yang berakibat menurunnya cadangan besi tubuh dan akhirnya menyebabkan timbulnya anemia kurang besi (10).
Pada daerah-daerah tertentu anemia gizi diperberat keadaannya oleh investasi cacing. terutama oleh cacing tambang. Cacing tambang menempel pada dinding usus dan memakan darah. Akibat gigitan sebagian darah hilang dan dikeluarkan dari dalam badan bersama tinja. Jumlah cacing yang sedikit belum menunjukkan gejala klinis tetapi bila dalam jumlah yang banyak yaitu lebih dari 1000 ekor maka. orang yang bersangkutan dapat menjadi anemia (7).
Perdarahan itu terjadi akibat proses penghisapan aktif oleh cacing dan juga akibat perembesan darah disekitar tempat hisapan. Cacing berpindah tempat menghisap setiap 6 jam perdarahan ditempat yang ditinggalkan segera berhenti dan luka menutup kembali denqan cepat karena turn over sel epithel usus sangat cepat (10).
Kehilangan darah yang terjadi pada infeksi kecacingan dapat disebabkan oleh adanya lesi yang terjadi pada dinding usus juga oleh karena dikonsumsi oleh cacing itu sendiri . walaupun ini masih belum terjawab dengan jelas termasuk berapa besar jumlah darah yang hilang dengan infeksi cacing ini (10.7).
Untuk mengetahui banyaknya cacing tambang didalam usus dapat dilakukan dengan menghitung banyaknya telur dalam tinja. Bila didalam tinja terdapat sekitar 2000 telur/ gram tinja. berarti ada kira-kira 80 ekor cacing tambang didalam perut dan dapat menyebabkan darah yang hilang kira-kira sebanyak 2 ml per hari. Dengan jumlah 5000 telur/gram tinja adalah berbahaya untuk kesehatan orang dewasa. Bila terdapat 20.000 telur/gram tinja berarti ada kurang lebih 1000 ekor cacing tambang dalam perut yang dapat menyebabkan anemia berat (7,10).
Infeksi kecacingan merupakan faktor penyebab terpenting oleh karena prevalensinya di Indonesia cukup tinggi, terutama cacing tambang yang dapat menimbulkan anemia gizi, yaitu menyebabkan terjadinya perdarahan menahun. Keadaan ini tidak dapat ditolerir oleh golongan yang kebutuhan akan zat besinya sangat tinggi termasuk ibu hamil .
Apabila jumlah cacing semakin meningkat maka, kehilangan darah akan semakin meningkat, sehingga mengganggu keseimbangan zat besi karena zat besi yang dikeluarkan lebih banyak dari zat besi yang masuk. Di daerah tropis terutama di daerah pedesaan, konsumsi zat besi bersifat marginal, oleh karena itu kondis lingkungan dan prevalensi infeksi kecacingan juga tinggi maka, kedua faktor inilah yang merupakan penyebab terpenting anemia kurang besi. Tetapi faktor mana yang lebih dominan ditentukan pula oleh keadaan setempat terutama oleh :   1. kandungan total zat besi dan bioavailabilitas besi dalam makanan;
2. status cadangan besi populasi;
3. intensitas dan lamanya infeksi kecacingan.
Prevalensi infeksi kecacingan di Indonesia sangat tinggi tetapi intensitas infeksi umumnya ringan jarang dijumpai infeksi berat. Dengan demikian kontribusi atau peranan infeksi kecacingan terhadap anemia kurang besi itu memang ada. Tetapi sampai berapa besar peranan infeksi kecacingan sebagai penyebab anemia kurang besi di Indonesia hingga saat ini belum pernah diungkapkan dan nampaknya memerlukan penelitian yang lebih terarah kepada masalah kontribusi infeksi kecacingan terhadap anemia kurang besi.

2.5 Patofiologis Anemia Defisiensi Besi terhadap Kecacingan
Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase). Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia sukar untuk dideteksi.
Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan perdarahan menahun akibat infeksi cacing pada saluran pencernaan (usus) hingga menyebabkan menipisnya simpanan zat besi (feritin) , jika cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron depleted state serta bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb. Apabila kekurangan zat besi berlanjut terus maka penyediaan zat besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficient erythropoiesis. Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut iron deficiency anemia (Gutrie, 186:303).
Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya <12 mg/ml. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila kadar feritin serum normal tidak selalu menunjukkan status besi dalam keadaan normal. Karena status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan kadar feritin. Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara mengukur kadar Hb, hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV), konsentrasi Hb dalam sel darah merah (MCH) dengan batasan terendah 95% acuan (Dallman,1990)           
3.6 Gejala Anemia Defisiensi Besi Akibat Kecacingan
Pada anemia defisiensi besi biasanya penurunan hemoglobinnya terjadi perlahan-lahan dengan demikian memungkinkan terjadinya proses kompensasi dari tubuh, sehingga gejala aneminya tidak terlalu tampak atau dirasa oleh penderita. Gejala klinis dari anemia defisiensi besi ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :( Bakta IM, 2007, hal 26-39; Cielsa B, 2007, p.65-70: Metha A, Hoffbrand AV, 2000, p. 32-33; Tierney LM, et al, 2001, hal 64-68)
1.     Gejala umum dari anemia itu sendiri, yang sering disebut sebagai sindroma anemia yaitu merupakan kumpulan gejala dari anemia, dimana hal ini akan tampak jelas jika hemoglobin dibawah 7 – 8 g/dl dengan tanda-tanda adanya kelemahan tubuh, lesu, mudah lelah, pucat, pusing, palpitasi, penurunan daya konsentrasi, sulit nafas (khususnya saat latihan fisik), mata berkunang-kunang, telinga mendenging, letargi, menurunnya daya tahan tubuh, dan keringat dingin.
2.    Gejala dari anemia defisiensi besi: gejala ini merupakan khas pada anemia defisiensi besi dan tidak dijumpai pada anemia jenis lainnya, yaitu:
a.)    koilonychia/ spoon nail/ kuku sendok dimana kuku berubah jadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan jadi cekung sehingga mirip sendok.[lihatgambar 1]
b.)    Atropi papil lidah. Permukaan lidah tampak licin dan mengkilap disebabkan karena hilangnya papil lidah.
c.)    Stomatitis angularis/ inflamasi sekitar sudut mulut.
d.)   Glositis
e.)    Pica/ keinginan makan yang tidak biasa
f.)     Disfagia merupakan nyeri telan yang disebabkan `pharyngeal web`
g.)    Atrofi mukosa gaster.
h.)    Sindroma Plummer Vinson/ Paterson kelly ini merupakan kumpulan gejala dari anemia hipokromik mikrositik, atrofi papil lidah dan disfagia.

3.    Gejala yang ditimbulkan dari penyakit yang mendasari terjadinya anemia defisiensi besi tersebut, misalkan yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang maka akan dijumpai gejala dispepsia, kelenjar parotis membengkak, kulit telapak tangan warna kuning seperti jerami. Jika disebabkan oleh perdarahan kronis akibat dari suatu karsinoma maka gejala yang ditimbulkan tergantung pada lokasi dari karsinoma tersebut beserta metastasenya.

Menurut Handayani dan Haribowo (2008), gejala anemia dibagi menjadi tiga golongan besar yaitu sebagai berikut:
1)      Gejala Umum anemia
Gejala anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau Anemic syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis Anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah:
a.)     Sistem Kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak napas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
b.)    Sistem Saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin pada ekstremitas.
c.)     Sistem Urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
d.)     Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, serta rambut tipis dan halus.
2.)    Gejala Khas Masing-masing anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah sebagai berikut:
a.       Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis.
b.      Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)
c.       Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
d.      Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.
3.)    Gejala Akibat Penyakit Dasar
Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia. Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut. Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.
Menurut Yayan Akhyar Israr (2008) anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya. Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada anemia jenis lain, seperti :
a.)        Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.
b.)      Glositis : iritasi lidah
c.)       Keilosis : bibir pecah-pecah
d.)      Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.
2.7  Upaya Penanggulangan Anemia Defisiensi Besi Akibat Kecacingan
Upaya yang dilakukan dalam pencegahandan penanggulangan anemia adalah
a.       Program Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat berupa pemberian tablet tambah darah selama 4 bulan.
b.      Fortifikasi makanan dengan besi.
c.       Mengubah kebiasaan pola makanan dengan menambahkan konsumsi pangan yang memudahkan absorbsi besi seperti menambahkan vitamin C.
d.      Penurunan kehilangan besi dengan pemberantasan cacing.Dalam upaya mencegah dan menanggulangi anemia adalah dengan mengkonsumsi tablet tambah darah. Telah terbukti dari berbagai penelitian bahwa suplementasi, zat besi dapat meningkatkan kadar Hemoglobin.
e.       Pengobatan Anemia Defisiensi Besi Sejak tahun 1997 pemerintah telah merintis langkah baru dalam mencegah dan menanggulangi anemia, salah satu pilihannya adalah mengkonsumsi tablet tambah darah. Telah terbukti dari berbagai peneltian bahwa suplemen zat besi dapat meningkatkan hemoglobin.

Upaya Penanggulangan tersebut dapat dilakukan antara lain dengan cara:
a.       Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan. Mengkonsumsi pangan hewani dalam jumlah cukup. Namun karena harganya cukup tinggi sehingga masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan alternatif yang lain untuk mencegah anemia gizi besi. Memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi, seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali. Vitamin C dengan zat besi membentuk senyawa askorbat besi kompleks yang larut dan mudah diabsorbsi, karena itu sayur-sayuran segar dan buah-buahan yang mengandung vitamin C baik dimakan untuk mencegah anemia kurang besi  Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun dalam proses pemasakan 50 - 80 % vitamin C akan rusak.Mengurangi konsumsi makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat, fosfat, tannin.
b.      Suplementasi zat besi Pemberian suplemen besi menguntungkan karena dapat memperbaiki status hemoglobin dalam waktu yang relatif singkat. Di Indonesia pil besi yang umum digunakan dalam suplementasi zat besi adalah frrous sulfat. Efek samping dari pemberian besi feroral adalah mual, ketidaknyamanan epigastrium, kejang perut, konstipasi dan diare. Efek ini tergantung dosis yang diberikan dan dapat diatasi dengan mengurangi dosis dan meminum tablet segera setelah makan atau bersamaan dengan makanan.
  1. Fortifikasi zat besi
Fortifikasi adalah penambahan suatu jenis zat gizi ke dalam bahan pangan untuk meningkatkan kualitas pangan . Kesulitan untuk fortifikasi zat besi adalah sifat zat besi yang reaktif dan cenderung mengubah penampilanm bahan yang di fortifikasi. Sebaliknya fortifikasi zat besi tidak mengubah rasa, warna, penampakan dan daya simpan bahan pangan. Selain itu pangan yang difortifikasi adalah yang banyak dikonsumsi masyarakat seperti tepung gandum untuk pembuatan roti.
  1. Penanggulangan penyakit infeksi dan parasit Penyakit infeksi dan parasit merupakan salah satu penyebab anemia gizi besi. Dengan menanggulangi penyakit infeksi dan memberantas parasit diharapkan bias meningkatkan status besi tubuh.
2.8              Pengobatan Anemia Defisiensi Besi Akibat Kecacingan
Pemantauan yang dilakukan :
Terapi:
a.       Periksa kadar hemoglobin setiap 2 minggu
b.      Kepatuhan orang tua dalam memberikan obat
c.       Gejala sampingan pemberian zat besi yang bisa berupa gejala gangguan gastrointestinal misalnya konstipasi, diare, rasa terbakar diulu hati, nyeri abdomen dan mual. Gejala lain dapat berupa pewarnaan gigi yang bersifat sementara.
Tumbuh Kembang :
a.       Penimbangan berat badan setiap bulan
b.      Perubahan tingkah laku
c.       Daya konsentrasi dan kemampuan belajar pada anak usia sekolah dengan konsultasi ke ahli psikologi
d.      Aktifitas motorik












BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan pada bab sebelumnya, kami dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Penyakit kecacingan merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling sering ditemukan di negara-negara berkembang.
2.      Infeksi kecacingan pada manusia baik oleh cacing gelang, cacing cambuk maupun cacing tambang dapat menyebabkan pendarahan yang menahun yang berakibat menurunnya cadangan besi tubuh dan akhirnya menyebabkan timbulnya anemia kurang besi.
3.      Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan perdarahan menahun akibat infeksi cacing pada saluran pencernaan (usus) hingga menyebabkan menipisnya simpanan zat besi (feritin) , jika cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron depleted state serta bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rba
4.      Gejala anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau Anemic syndrome. Menurut Handayani dan Haribowo (2008), gejala anemia dibagi menjadi tiga golongan besar yaitu sebagai berikut :
·         Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis Anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut diklasifikasikan menurut organ yang terkena meliputi organ pada sistem kardiovaskuler, sistem saraf, sistem urogenital, dan epitel.
·         Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia yaitu anemia defisiensi besi (disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis), anemia defisisensi asam folat (lidah merah), anemia hemolitik (ikterus dan hepatosplenomegali), dan anemia aplastik (perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi).
·         Gejala akibat penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia. Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.
5.      Upaya yang dilakukan dalam pencegahandan penanggulangan anemia meliputi :
·         Program Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan.
·         Fortifikasi makanan dengan besi.
·         Mengubah kebiasaan pola makanan dengan menambahkan konsumsi pangan yang memudahkan absorbsi besi seperti menambahkan vitamin C.
·         Penurunan kehilangan besi dengan pemberantasan cacing.
·         Mengkonsumsi tablet tambah darah.

3.2  Saran
Beberapa saran yang mungkin bisa diterapkan bagi penderita penyakit anemia defisiensi besi adalah sebagai berikut.
1.      Hendaknya selalu teratur dalam mengonsumsi obat.
2.      Memeriksakan kadar hemoglobin setiap 2 minggu sekali ke klinik atau pun rumah sakit untuk mengetahui seberapa jauh peningkatan reaksi tablet tambah darah yang telah dikonsumsi.
3.      Menimbang berat badan setiap bulan.
4.      Mengurangi aktivitas motorik yang dapat menguras energi cukup banyak.
5.      Melakukan konsultasi pada ahli psikologi untuk meningkatkan daya konsentrasi dan kemampuan belajar pada anak usia sekolah.






















DAFTAR PUSTAKA

-          Anonim.  2011. Anemia. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/118/jtptunimusgdl-arumwulann-5862-2-babii.pdf diunduh pada tanggal 23 Sepetember 2013 pukul 22.00
-          Drummond KE dan Brefere LM. Nutrition for Foodservice and Culinary Professional’s, Seventh Edition. New Jersey: John Wiley & Sons. Page 241-244.
-          Ermita Arumsari. Judul skripsi :Faktor Risiko Anemia pada Remaja Putri Peserta Program Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) di Kota Bekasi. 2008
-          Garrow JS dan James WPT. 1993. Human Nutrition and Dietetics, Ninth Edition. Edinburgh: Churchill Livingstone. Page 174-180.
-          Handayani, Wiwik. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika
-          Jurnal Kesehatan Masyarakat USU. Anemia Kurang Besi Dalam Hubungannya dengan Infeksi Cacing pada Ibu Hamil
-          Karta Mihatja, Emy. 2008. Anemia Defisiensi Besi. http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol1.no2.Juli2008/ANEMIA%20DEFISIENSI%20BESI.pdf diunduh pada tanggal 23 Sepetember 2013 pukul 22.00
-          Masrizal. Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2007, II (1)
-          Rasmaliah.  2009. Anemia Kurang Besi Dalam Hubungannya Dengan Infeksi Cacing  Pada Ibu Hamil.  http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3676/1/fkm-rasmaliah8.pdf diunduh pada tanggal 23 Sepetember 2013 pukul 22.00
-          http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/127/jtptunimus-gdl-amaliyahgo-6315-2-babii.pdf  (Diakses pada tanggal 22 September 2013)
-          http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21579/4/Chapter%20II.pdf  (Diakses pada tanggal 22 September 2013)
-          http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23896/4/Chapter%20II.pdf  (Diakses pada tanggal 22 September 2013)
-          http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter%20II.pdf  (Diakses pada tanggal 22 September 2013)



 
Copyright GLORY SHINE 2009. Powered by Blogger.Designed by Ezwpthemes .
Converted To Blogger Template by Anshul .