BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Zat
besi (Fe) merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh, zat ini terutama
diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam sintesa
haemoglobin (Hb). Anemia defisiensi zat besi adalah kondisi dimana seseorang tidak
memiliki zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya atau pengurangan
sel darah karena kurangnya zat besi. Defisiensi besi dapat disebabkan oleh
asupan makanan yang kurang mengandung zat besi, dan kehilangan darah yang
banyak akibat adanya infeksi cacing.
Di
Indonesia, infeksi kecacingan memiliki prevalensi cukup tinggi, terutama cacing
tambang. Kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing-cacing khusus
(cacing gelang, cacing tambang, dan cacing cambuk) yang ditularkan melalui
tanah. Tempat 'bersarang' cacing-cacing ini di dalam tubuh manusia pun berbeda,
ada yang bersarang di usus halus, misalnya cacing gelang dan cacing tambang.
Ada juga yang bermukim di usus besar seperti cacing cambuk.
Penyakit
kecacingan masih merupakan problema kesehatan dan ekonomi yang utama pada
masyarakat, pekerja maupun individu. Diseluruh dunia diperkirakan masih banyak
kasus penyakit kecacingan, penyakit kecacingan yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides lebih dari 1 milyar
kasus, Trichuris trichiura sebanyak
795 juta kasus, dan cacing tambang (Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus)
sebanyak 740,2 juta kasus. Distribusi prevalensi kecacingan menurut jenis
cacing pada anak SD di kabupaten terpilih di 27 provinsi tahun 2002-2008
menunjukan bahwa prevalensi kecacingan akibat infeksi cacing gelang atau Ascaris lumbricoides tertinggi
dibandingkan infeksi oleh cacing cambuk atau Trichuris trichiura dan cacing tambang atau Necator americanus.
Saat
ini, penyakit kecacingan masih dianggap masalah sepele oleh masyarakat. Padahal
jika dilihat dampak jangka panjangnya, kecacingan dapat menimbulkan kerugioan
yang besar bagi penderita dan keluarganya. Cacing-cacing tersebut dapat
menyebabkan tubuh manusia kehilangan darah bahkan sampai kronis apabila tidak
mendapatkan penanganan yang tepat.
1.2 Rumusan
Masalah
- Apa yang dimaksud
dengan zat besi?
- Apa yang dimaksud
dengan anemia defisiensi besi?
- Apa yang dimaksud
dengan kecacingan?
- Apa saja
faktor-faktor infeksi kecacingan sebagai penyebab anemia defisiensi besi?
- Bagaimana
patofisiologi anemia defisiensi besi akibat kecacingan?
- Bagaimana gejala
anemia defisiensi besi akibat kecacingan?
- Bagaimana upaya
penanggulangan anemia defiensi besi akibat kecacingan?
- Bagaimana
pengobatan anemia defiensi besi akibat kecacingan?
1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas maka
tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
- Mengetahui
definisi zat besi
- Mengetahui
definisi anemia defisiensi besi
- Mengetahui
definisi kecacingan
- Mengetahui
faktor-faktor infeksi kecacingan sebagai penyebab anemia defisiensi besi
- Mengetahui
patofisiologi anemia defisiensi besi akibat kecacingan
- Mengetahui gejala
anemia defiensi besi akibat kecacingan
- Mengetahui upaya
pennggulangan anemia defiensi besi akibat kecacingan
- Mengetahui
pengobatan anemia defisiensi besi akibat kecacingan
1.4 Manfaat
Berdasarkan latar belakang di atas maka
keluaran yang diharapkan dari pembuatan makalah ini adalah :
- Dapat mengetahui
definisi zat besi
- Dapat mengetahui
definisi anemia defisiensi besi
- Dapat mengetahui
definisi kecacingan
- Dapat mengetahui
faktor-faktor infeksi kecacingan sebagai penyebab anemia defisiensi besi
- Dapat mengetahui
patofisiologi anemia defisiensi besi akibat kecacingan
- Dapat mengetahui
gejala anemia defiensi besi akibat kecacingan
- Dapat mengetahui
upaya pennggulangan anemia defiensi besi akibat kecacingan
- Dapat mengetahui
pengobatan anemia defisiensi besi akibat kecacingan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Zat Besi
2.1.1 Definisi
Zat Besi
Zat besi adalah mineral makro,
selama zat tersebut terdapat dalam jumlah yang relatif kecil di
dalam tubuh. Mineral tersebut memainkan peranan yang sangat penting dalam
kesehatan dan gizi, sementara itu kekurangan gizi yang disebabkan kekurangan
besi sering terjadi. Mineral tersebut dalam darah dan dalam sel tubuh.
Kebanyakan zat besi dalam sel darah
merah merupakan bagian dari hemoglobin
dan pigmen sel merah. Zat besi berfungsi dalam sintesa dan metabolisme sel merah.
Mineral tersebut bertindak sebagai pembawa oksigen yang diperlukan sel dan
karbondioksida dari sel paru-paru. Besi juga diperlukan melepas tenaga dalam
tubuh (Suhardjo, 1986).
Pada dasarnya, semua zat besi dalam
tubuh berasal dari pangan. Setelah tubuh menyimpan persediaan
pokok akan zat besi tersebut, kebutuhan tubuh disediakan dari 3 sumber :
a. Jika sel merah usang, besi didalamnya dilepaskan
untuk dipakai kembali.
b. Tubuh menyimpan besi dalam hati, limpa, sumsum
tulang dan mineral tersebut dapat diperoleh selama persediaan masih cukup.
c. Besi tambahan yang diperlukan harus disediakan
lagi oleh pangan.
Kebutuhan akan zat besi meningkat
selama masa pertumbuhan, selama datang
bulan atau waktu lain ketika darah hilang dan selama hamil dan menyusui.
Jika tidak tercukup zat besi untuk
memenuhi kebutuhan tubuh, maka jumlah
hemoglobin dalam sel darah merah berkurang dan keadaan tidak sehat timbul yang dikenal
dengan anemia ( kurang darah), anemia sangat sering terjadi karena konsumsi
pangan yang tidak cukup mengandung besi,peningkatan permintaan tubuh akan
besi selama pertumbuhan, hamil, menyusui,
kehilangan darah, atau terlalu sedikit besi yang diserap dari tempat pencernaan.
Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen
yang esensial bagi tubuh, zat ini terutama
diperlukan dalam hematopoiesis (pembentukan darah) yaitu dalam sintesa haemoglobin
(Hb) (Moehji, 1992).
Zat besi (Fe) merupakan jenis
mineral mikro esensial yang mempunyai fungsi penting di dalam tubuh. Dibutuhkan
dengan jumlah konsumsi sekitar 1.5-2.2 mg per- harinya, zat besi
mempunyai fungsi penting di dalam tubuh antara lain sebagai media
transportasi bagi oksigen dari paru-paru ke berbagai jaringan tubuh
serta juga akan berfungsi sebagai katalis dalam proses penpindahan energi
di dalam sel. Sebagai jenis mineral mikro esensial, kekurangan zat besi
di dalam tubuh dapat mengakibatkan beberapa dampak negatif antara lain
berkurangnya kekebalan tubuh, menurunnya daya konsentrasi, menurunnya
daya ingat, menurunnya performa belajar, mudah marah, berkurangnya
nafsu makan, dan menurunnya kebugaran tubuh.
Zat besi adalah suatu zat
dalam tubuh manusia yang erat dengan ketersediaan jumlah darah
yang diperlukan. Dalam tubuh manusia zat besi memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan dan mengangkut electron
di dalam proses pembentukan energi di dalam sel. Untuk mengangkut oksigen, zat besi harus bergabung dengan protein membentuk hemoglobin di dalam sel darah merah dan myoglobin
di dalam serabut
otot. Bila bergabung dengan protein di dalam sel zat besi membentuk enzim
yang berperan di dalam pembentukan
energi di dalam sel.
2.1.2 Fungsi Zat Besi
Di dalam tubuh, fungsi utama
zat besi adalah dalam produksi komponen pembawa oksigen
yaitu hemoglobin dan mioglobin. Hemoglobin terdapat di dalam sel darah merah
dan merupakan protein yang berfungsi untuk untuk mengangkut
oksigen ke berbagai jaringan-jaringan tubuh sedangkan mioglobin terdapat di
dalam sel otot dan berfungsi untuk menyimpan dan mendistribusikan oksigen ke dalam
sel-sel otot. Selain berfungsi untuk memproduksi hemoglobin dan
mioglobin, zat besi juga dapat tersimpan di dalam protein feritin, hemosidirin
di dalam hati, serta di dalam sumsum tulang belakang. Sebagai indikator level
jumlah zat besi di dalam tubuh, feritin yang bersirkulasi di dalam darah
dapat digunakan untuk menilai status zat besi di dalam tubuh.
Zat
besi adalah mineral penting bagi tubuh. Manfaat zat besi terutama untuk membawa
oksigen ke sel-sel darah. Sekitar 2/3 zat besi dalam tubuh terdapat dalam
hemoglobin. Berikut beberapa manfaat zat besi bagi tubuh.
1.
Membawa Oksigen
Zat besi
berfungsi sebagai pembawa oksigen dan berperan dalam mentransfer oksigen antar
sel sehingga oksigen dapat diistribusikan ke seluruh tubuh untuk menjamin
fungsi-fungsi organ berlangsung dengan semestinya.
2.
Membantu Pembentukan Hemoglobin
Zat besi
berperan penting dalam membentuk hemoglobin. Zat besi merupakan komponen
pembentuk hemoglobin dan memberikan warna merah tua pada sel darah serta
membantu membawa oksigen ke sel-sel tubuh.
3.
Membantu Fungsi Otot
Zat besi merupakan unsur penting
bagi kesehatan otot. Zat besi terdapat dalam jaringan otot dan membantu suplai
oksigen yang diperlukan untuk kontraksi otot.
4.
Membantu Fungsi Otak
Pengembangan otak adalah salah satu
manfaat zat besi. Karena suplai oksigen ke darah dibantu oleh zat besi dan otak
menggunakan sekitar 20% oksigen darah, zat besi secara langsung berkaitan
dengan kesehatan otak dan fungsi otak.
5.
Mengatur Suhu Tubuh
Zat besi adalah fasilitator bagi
pengaturan suhu tubuh. Semakin baik kapasitas serapan tubuh terhadap zat besi,
semakin baik tubuh mengendalikan suhu badan.
6.
Membantu Sintesis Neurotransmitter
Zat besi berperan penting dalam
pembentukan beberapa neurotransmitter esensial seperti dopamine,
norepinephrine, dan serotonin. Neurotransmitter adalah bahan kimia yang
mengolah dan mengirim sinyal syaraf. Zat-zat kimia ini berperan penting dalam
berbagai aktivitas yang melibatkan fungsi syaraf dan otak.
7.
Meningkatkan Kekebalan Tubuh
Zat besi berperan penting dalam
pembentukan sistem kekebalan tubuh untuk melawan penyakit dan infeksi.
Kekurangan zat besi menyebabkan tubuh mudah terserang penyakit.
8.
Membantu Metabolisma
Zat besi juga berperan dalam
metabolisma energi dalam tubuh, dimana energi yang diekstrak dari makanan yang
dikonsumsi akan didistribusikan ke seluruh tubuh.
9.
Membantu Pembentukan Enzim
Zat besi merupakan komponen penting
penyusun beberapa jenis enzim dan bahan penting lainnya dalam tubuh seperti
myoglobin, cytochrome dan katalase.
10.Mencegah
dan Menyembuhkan Anemia
Kekurangan
asupan zat besi dari makanan dapat menyebabkan anemia (kurang darah).
Mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi dapat menyembuhkan
beberapa jenis penyakit anemia.
2.1.3 Sumber Zat Besi
Ada dua jenis zat besi dalam
makanan, yaitu zat besi yang berasal dari hem dan bukan hem.
Walaupun kandungan zat besi hem dalam makanan hanya antara 5 – 10% tetapi
penyerapannya hanya 5%. Makanan hewani seperti daging, ikan dan ayam merupakan
sumber utama zat besi hem. Zat besi yang berasal dari hem merupakan Hb. Zat
besi non hem terdapat dalam pangan nabati, seperti sayur-sayuran,
biji-bijian, kacang-kacangan dan buah-buahan.
(Wirakusumah, 1999)
Zat besi banyak terkandung di dalam
produk hewani terutama daging merah, telur serta ikan selain itu zat besi juga
banyak terkandung di dalam berbagai jenis kacang-kacangan seperti kacang
kedelai dan kacang hijau, berbagai jenis sayuran dan juga buah-buahan. Secara
umum, berdasarkan sumbernya, zat besi mempunyai efesiensi penyerapan yang
berbeda di dalam tubuh. Zat besi yang berasal dari produk hewani atau
disebut juga sebagai besi-hem akan lebih mudah diserap oleh tubuh,
sedangkan zat besi yang bersumber dari sayuran-sayuran dan buah-buahan atau
yang disebut sebagai besi-nonhem akan lebih sukar diserap oleh tubuh.
Asupan zat besi selain dari makanan
adalah melalui suplemen tablet zat besi. Suplemen ini biasanya diberikan
pada golongan rawan kurang zat besi yaitu balita, anak sekolah,
wanita usia subur dan ibu hamil. Pemberian suplemen tablet zat besi pada golongan tersebut
dilakukan karena kebutuhan akan zat besi yang sangat besar, sedangkan
asupan dari makan saja tidak dapat mencukupi kebutuhan tersebut. Makanan yang
banyak mengandung zat besi antara lain daging, terutama hati dan jeroan,
apricot, prem kering, telur, polong kering, kacang tanah dan sayuran berdaun hijau
(Pusdiknakes, 2003).
2.1.4 Komposisi Zat
Besi Di Dalam Tubuh
Jumlah
zat besi di dalam tubuh seorang normal berkisar antara 3 – 5 gr tergantung dari jenis
kelamin, berat badan dan haemoglobin. Besi di dalam tubuh terdapat dalam
haemoglobin sebanyak 1,5 – 3,0 gr dan sisa lainnya terdapat di dalam plasma dan
jaringan. Di dalam plasma besi terikat dengan protein yang disebut “transferin”
yaitu sebanyak 3 – 4 gr. Sedangkan dalam jaringan berada dalam suatu status
esensial dan bukan esensial. Disebut esensial karena tidak dapat dipakai untuk
pembentukan Hb maupun keperluan lainnya (Soeparman, 1990).
2.1.5 Penyerapan Zat
Besi
Besi
diserap (absorbsi) terutama dalam duodenum dalam bentuk fero dan dalam suasana asam
(Soeparman, 1990). Penyerapan zat besi non hem sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor penghambat maupun pendorong, sedangkan zat besi hem tidak. Asam
askorbat (vitamin C) dan daging adalah faktor utama yang mendorong penyerapan
zat besi dikenal sebagai Meat, Fish, Poultry factory (MFP).
Tingkat
keasaman dalam lambung ikut mempengaruhi kelarutan dan penyerapan zat besi di
dalam tubuh. Suplemen zat besi lebih baik dikonsumsi pada saat perut kosong
atau sebelum makan, karena zat besi akan lebih efektif diserap apabila lambung
dalam keadaan asam (ph rendah). Disamping
faktor yang mendorong penyerapan zat besi non hem, terdapat pula faktor yang
menghambat penyerapan yaitu teh, kopi dan senyawa Ethylene Diamine Tetraacetit
Acid (EDTA) yang biasa digunakan sebagai pengawet makanan yang
menyebabkan penurunan absorbsi zat besi non hem sebesar 50%. (Wirakusumah, 1999).
2.1.6 Eksresi Zat Besi
Berbeda dengan mineral lainnya,
tubuh tidak dapat mengatur keseimbangan
besi melalui ekskresi. Besi dikeluarkan dari tubuh relatif konstan berkisar antara 1,0 –
1,5 mg setiap hari melalui rambut, kuku, keringat, air kemih dan terbanyak melalui deskuamasi
sel epitel saluran pencernaan.
Lain halnya dengan wanita yang
sedang menstruasi dan wanita hamil setiap hari kehilangan besi 0,5 – 1,0 mg
atau 40 – 80 ml darah dan wanita yang sedang menyusui sebanyak 1,0 mg sehari.
Wanita yang melahirkan dengan pendarahan
normal akan kehilangan besi 500-550 mg (Soeparman, 1990).
2.2 Anemia Defisiensi Besi
2.2.1
Pengertian Anemia Defisiensi Besi
Anemia adalah tingkat kekurangan
zat besi yang paling berat dan terjadi bilakonsumsi Hemogobin jauh dibawah
ambang batas yang ditentukan. Anemia adalah kondisi ibu dengan
kadar hemoglobin dalam darahnya kurang dari 12gr%. Sedangkan anemia dalam kehamilan
adalah kondisi ibu dengan kadar Hemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I
dan trimester II ( Muryanti, 2006 ).
Anemia defisiensi besi adalah
anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis,
karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya
mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang (Bakta, 2006).
Anemia defisiensi besi adalah
anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah.
Pengobatannya yaitu bagi wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang memerlukan
asupan besi dianjurkan untuk diberikan tablet besi. Untuk menegakkan
diagnosa anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa. Kebutuhan zat
besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekati 800 mg.
Anemia defisiensi besi merupakan
tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan
besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan
konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun (Abdulmuthalib,
2009).
2.2.2 Penyebab
Anemia Defisiensi Besi
Menurut Bakta (2006) anemia defisiensi besi
dapat disebabkan oleh karena rendahnya asupan besi, gangguan absorbsi, serta
kehilangan besi akibat perdarahan menahun:
1.
Kehilangan besi sebagai akibat
perdarahan menahun dapat berasal dari:
a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik,
pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, divertikulosis, hemoroid, dan
infeksi cacing tambang.
b. Saluran
genitalia (perempuan) :
menorrhagia.
c. Saluran kemih:
hematuria.
d. Saluran nafas:
hemoptisis.
2.
Faktor
nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan (asupan yang
kurang) atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang rendah.
3.
Kebutuhan
besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, dan
kehamilan.
4.
Gangguan
absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau dikonsumsi
bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol (coklat,
teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).
2.2.3 Manifestasi Klinis Anemia
Defisiensi Besi
1.
Gejala Umum Anemia
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic
syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin
kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata
berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada pemeriksaan fisik dijumpai
pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku (Bakta,
2006). Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl
maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas.
2.
Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak
dijumpai pada anemia jenis lain adalah (Bakta, 2006) :
a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku
menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip
sendok.
b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan
mengkilap karena papil lidah menghilang.
c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan
pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
2.3
Kecacingan
2.3.1 Definisi Kecacingan
Kecacingan secara umum merupakan infeksi
cacing ( Soil Transmitted Helminthes) yang disebabkan oleh cacing
gelang, cacing cambuk,cacing tambang, bersifat parasit dan merugikan. Daur
hidup berkaitan dengan perilaku hidup bersih dan kondisi sanitasi lingkungan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001)
dengan memberi imbuhan ke dan akhiran an terhadap suatu kata
benda maka terhadap kata tersebut mengandung arti menderita atau mengalami
kejadian, dengan demikian kata kecacingan berarti seseorang yang
mengalami kecacingan.
Sedangkan Menurut Dinkes Jawa Timur (2003)
Kecacingan ialah penyakit yang disebabkan karena masuknya parasit (berupa
cacing) ke dalam tubuh manusia (Ginting, 2008).
Kecacingan adalah kumpulan gejala gangguan
kesehatan sebagai akibat adanya cacing parasit di dalam tubuh. Penyebab
cacingan yang populer yaitu : cacing gelang (Ascaris lumbricoides),
cacing kremi (Oxyuriasis vermicularis), cacing tambang (Necator
americanus dan Ancylostoma duodenale) dan cacing tambang (Trichuris
trichiura)( FK-UI 2010).
2.3.2 Penyebab
Kecacingan
Secara epidemiologik, ada beberapa faktor
yang memengaruhi kejadian kecacingan atau disebut dengan segitiga epidemiologi,
yaitu faktor host, agent dan environment. Segitiga epidemiologi
ini sangat umum digunakan oleh para ahli dalam menjelasakan konsep berbagai
permasalahan kesehatan termasuk salah satunya adalah terjainya penyakit. Hal
ini sangat komprehensif dalam memprediksi suatu penyakit.
Terjadinya suatu penyakit sangat tergantung
dari keseimbangan dan interaksi ke tiganya. Segitiga epidemiologi cacingan
sendiri sebagai berikut.
a. Host
Host atau penjamu ialah keadaan manusia yang sedemikan rupa sehingga
menjadi faktor risiko untuk terjadinya suatu penyakit. Manusia merupakan
satu-satunya host bagi E. vermicularis. Manusia terinfeksi bila menelan telur
infektif. Telur akan menetas di dalam usus dan berkembang menjadi dewasa dalam
caecum, termasuk appendix (Mandell et al,1990).
b. Agent
Agent merupakan penyebab penyakit, dapat berupa makhluk hidup maupun
tidak hidup. Agent penyakit cacingan ini tentu saja adalah cacing.
c. Environment
Faktor lingkungan adalah faktor yang ketiga sebagai penunjang
terjadinya penyakit cacingan. Hal ini karena faktor ini datangnya dari luar
atau biasa disebut dengan faktor ekstrinsik.
Helmint (cacing)
adalah salah satu kelompok parasit yang dapat merugikan manusia. Berdasarkan
taksonomi, helmint dibagi menjadi dua yaitu:
1. Nemathelminthes (cacing gilik)
2. Plathyhelminthes (cacing pipih)
Cacing yang termasuk Nemathelminthes yaitu
kelas Nemotoda yang terdiri dari Nematode usus dan Nematoda jaringan.
Sedangkan yang termasuk Plathyhelminthes adalah kelas Trematoda dan
Cestoda. Namun yang akan dibahas di bawah ini adalah kelompok Nematoda
usus. Sebab sebagian besar dari Nematoda usus ini merupakan penyebab
kecacingan yang sering dijumpai pada masyarakat Indonesia khususnya pada usia
Sekolah Dasar.
2.4 Faktor Infeksi Kecacingan Sebagai
Penyebab Anemia Defisiensi Besi
Penyakit kecacingan
merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling sering ditemukan di
negara-negara berkembang. Pawlowski (1984) mengumpulkan berbagai data dari
berbagai negara berkembang di Asia. Afrika dan Amerika Latin, dan menempatkan
kecacingan seperti infeksi cacing gelang pada tempat ketiga setelah penyakit
diare dan tuberkulosis, infeksi cacing tambang pada tempat keempat dan infeksi
cacing cambuk pada tempat ketujuh (10).
Infeksi kecacingan pada
manusia baik oleh cacing gelang, cacing cambuk maupun cacing tambang dapat
menyebabkan pendarahan yang menahun yang berakibat menurunnya cadangan besi
tubuh dan akhirnya menyebabkan timbulnya anemia kurang besi (10).
Pada daerah-daerah tertentu
anemia gizi diperberat keadaannya oleh investasi cacing. terutama oleh cacing
tambang. Cacing tambang menempel pada dinding usus dan memakan darah. Akibat
gigitan sebagian darah hilang dan dikeluarkan dari dalam badan bersama tinja.
Jumlah cacing yang sedikit belum menunjukkan gejala klinis tetapi bila dalam
jumlah yang banyak yaitu lebih dari 1000 ekor maka. orang yang bersangkutan
dapat menjadi anemia (7).
Perdarahan itu terjadi
akibat proses penghisapan aktif oleh cacing dan juga akibat perembesan darah
disekitar tempat hisapan. Cacing berpindah tempat menghisap setiap 6 jam
perdarahan ditempat yang ditinggalkan segera berhenti dan luka menutup kembali
denqan cepat karena turn over sel epithel usus sangat cepat (10).
Kehilangan darah yang
terjadi pada infeksi kecacingan dapat disebabkan oleh adanya lesi yang terjadi
pada dinding usus juga oleh karena dikonsumsi oleh cacing itu sendiri .
walaupun ini masih belum terjawab dengan jelas termasuk berapa besar jumlah
darah yang hilang dengan infeksi cacing ini (10.7).
Untuk mengetahui banyaknya cacing tambang didalam usus dapat
dilakukan dengan menghitung banyaknya telur dalam tinja. Bila didalam tinja
terdapat sekitar 2000 telur/ gram tinja. berarti ada kira-kira 80 ekor cacing
tambang didalam perut dan dapat menyebabkan darah yang hilang kira-kira
sebanyak 2 ml per hari. Dengan jumlah 5000 telur/gram tinja adalah berbahaya
untuk kesehatan orang dewasa. Bila terdapat 20.000 telur/gram tinja berarti ada
kurang lebih 1000 ekor cacing tambang dalam perut yang dapat menyebabkan anemia
berat (7,10).
Infeksi kecacingan merupakan
faktor penyebab terpenting oleh karena prevalensinya di Indonesia cukup tinggi,
terutama cacing tambang yang dapat menimbulkan anemia gizi, yaitu menyebabkan
terjadinya perdarahan menahun. Keadaan ini tidak dapat ditolerir oleh golongan
yang kebutuhan akan zat besinya sangat tinggi termasuk ibu hamil .
Apabila jumlah cacing
semakin meningkat maka, kehilangan darah akan semakin meningkat, sehingga
mengganggu keseimbangan zat besi karena zat besi yang dikeluarkan lebih banyak
dari zat besi yang masuk. Di daerah tropis terutama di daerah pedesaan,
konsumsi zat besi bersifat marginal, oleh karena itu kondis lingkungan dan
prevalensi infeksi kecacingan juga tinggi maka, kedua faktor inilah yang
merupakan penyebab terpenting anemia kurang besi. Tetapi faktor mana yang lebih
dominan ditentukan pula oleh keadaan setempat terutama oleh
: 1. kandungan total zat besi dan bioavailabilitas besi dalam
makanan;
2. status cadangan besi
populasi;
3. intensitas dan
lamanya infeksi kecacingan.
Prevalensi infeksi
kecacingan di Indonesia sangat tinggi tetapi intensitas infeksi umumnya ringan
jarang dijumpai infeksi berat. Dengan demikian kontribusi atau peranan infeksi
kecacingan terhadap anemia kurang besi itu memang ada. Tetapi sampai berapa
besar peranan infeksi kecacingan sebagai penyebab anemia kurang besi di
Indonesia hingga saat ini belum pernah diungkapkan dan nampaknya memerlukan
penelitian yang lebih terarah kepada masalah kontribusi infeksi kecacingan
terhadap anemia kurang besi.
2.5
Patofiologis Anemia Defisiensi Besi terhadap Kecacingan
Zat besi diperlukan untuk hemopoesis
(pembentukan darah) dan juga diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor
penggiat. Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut
elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase).
Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga
anemia sukar untuk dideteksi.
Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai
dengan perdarahan menahun akibat infeksi cacing pada saluran pencernaan (usus)
hingga menyebabkan menipisnya simpanan zat besi (feritin) , jika cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron depleted state
serta bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya
kapasitas pengikatan besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya
simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah
protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan menurunnya
kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu
rendahnya kadar Rb. Apabila kekurangan zat besi
berlanjut terus maka penyediaan zat besi untuk eritropoesis berkurang sehingga
menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum
terjadi, keadaan ini disebut iron deficient erythropoiesis. Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer
sehingga disebut iron deficiency anemia (Gutrie, 186:303).
Bila sebagian dari feritin jaringan
meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi feritin serum rendah. Kadar
feritin serum dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi dalam jaringan.
Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang tersebut
dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya <12 mg/ml. Hal yang
perlu diperhatikan adalah bila kadar feritin serum normal tidak selalu
menunjukkan status besi dalam keadaan normal. Karena status besi yang berkurang
lebih dahulu baru diikuti dengan kadar feritin. Diagnosis anemia zat gizi
ditentukan dengan tes skrining dengan cara mengukur kadar Hb, hematokrit (Ht),
volume sel darah merah (MCV), konsentrasi Hb dalam sel darah merah (MCH) dengan
batasan terendah 95% acuan (Dallman,1990)
3.6 Gejala Anemia Defisiensi Besi Akibat Kecacingan
Pada anemia defisiensi besi biasanya
penurunan hemoglobinnya terjadi perlahan-lahan dengan demikian memungkinkan
terjadinya proses kompensasi dari tubuh, sehingga gejala aneminya tidak terlalu
tampak atau dirasa oleh penderita. Gejala klinis dari anemia defisiensi besi
ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :( Bakta IM, 2007, hal 26-39; Cielsa
B, 2007, p.65-70: Metha A, Hoffbrand AV, 2000, p. 32-33; Tierney LM, et al,
2001, hal 64-68)
1. Gejala umum dari anemia itu sendiri, yang
sering disebut sebagai sindroma anemia yaitu merupakan kumpulan
gejala dari anemia, dimana hal ini akan tampak jelas jika hemoglobin dibawah 7
– 8 g/dl dengan tanda-tanda adanya kelemahan tubuh, lesu, mudah lelah, pucat,
pusing, palpitasi, penurunan daya konsentrasi, sulit nafas (khususnya saat
latihan fisik), mata berkunang-kunang, telinga mendenging, letargi, menurunnya
daya tahan tubuh, dan keringat dingin.
2. Gejala
dari anemia defisiensi besi: gejala ini merupakan khas pada anemia defisiensi
besi dan tidak dijumpai pada anemia jenis lainnya, yaitu:
a.) koilonychia/
spoon nail/ kuku sendok dimana kuku berubah jadi rapuh, bergaris-garis vertikal
dan jadi cekung sehingga mirip sendok.[lihatgambar 1]
b.) Atropi
papil lidah. Permukaan lidah tampak licin dan mengkilap disebabkan karena
hilangnya papil lidah.
c.) Stomatitis
angularis/ inflamasi sekitar sudut mulut.
d.) Glositis
e.) Pica/
keinginan makan yang tidak biasa
f.) Disfagia
merupakan nyeri telan yang disebabkan `pharyngeal web`
g.) Atrofi
mukosa gaster.
h.) Sindroma
Plummer Vinson/ Paterson kelly ini merupakan kumpulan gejala dari anemia
hipokromik mikrositik, atrofi papil lidah dan disfagia.
3. Gejala
yang ditimbulkan dari penyakit yang mendasari terjadinya anemia defisiensi besi
tersebut, misalkan yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang maka akan
dijumpai gejala dispepsia, kelenjar parotis membengkak, kulit telapak tangan warna
kuning seperti jerami. Jika disebabkan oleh perdarahan kronis akibat dari suatu
karsinoma maka gejala yang ditimbulkan tergantung pada lokasi dari karsinoma
tersebut beserta metastasenya.
Menurut
Handayani dan Haribowo (2008), gejala anemia dibagi menjadi tiga golongan besar
yaitu sebagai berikut:
1) Gejala
Umum anemia
Gejala
anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau Anemic syndrome. Gejala
umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis
Anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik
tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme
kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut apabila
diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah:
a.) Sistem
Kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak napas saat
beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
b.) Sistem
Saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang,
kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin pada ekstremitas.
c.) Sistem
Urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
d.) Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa,
elastisitas kulit menurun, serta rambut tipis dan halus.
2.) Gejala
Khas Masing-masing anemia
Gejala
khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah sebagai berikut:
a. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis.
b. Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)
c. Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
d. Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda
infeksi.
3.) Gejala Akibat Penyakit Dasar
Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia. Gejala ini
timbul karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut. Misalnya anemia
defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan
menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan telapak tangan berwarna
kuning seperti jerami.
Menurut Yayan Akhyar Israr (2008) anemia pada akhirnya menyebabkan
kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya. Gejala yang khas
dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada anemia jenis lain, seperti :
a.)
Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi
licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.
b.)
Glositis :
iritasi lidah
c.)
Keilosis :
bibir pecah-pecah
d.)
Koilonikia
: kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.
2.7 Upaya
Penanggulangan Anemia Defisiensi Besi Akibat Kecacingan
Upaya
yang dilakukan dalam pencegahandan penanggulangan anemia adalah
a.
Program Pencegahan dan
Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) yang dilakukan oleh
Dinas Kesehatan
Propinsi Jawa Barat berupa
pemberian tablet
tambah darah selama 4 bulan.
b. Fortifikasi
makanan dengan besi.
c. Mengubah
kebiasaan pola makanan dengan menambahkan
konsumsi pangan yang memudahkan
absorbsi besi seperti menambahkan vitamin
C.
d. Penurunan
kehilangan besi dengan pemberantasan
cacing.Dalam upaya mencegah dan
menanggulangi anemia adalah dengan mengkonsumsi tablet tambah darah. Telah terbukti dari berbagai
penelitian bahwa suplementasi,
zat besi dapat meningkatkan kadar Hemoglobin.
e. Pengobatan
Anemia Defisiensi Besi Sejak
tahun 1997 pemerintah telah merintis langkah baru dalam mencegah dan menanggulangi anemia,
salah satu pilihannya adalah
mengkonsumsi tablet tambah darah. Telah terbukti dari berbagai
peneltian bahwa suplemen zat
besi dapat meningkatkan hemoglobin.
Upaya
Penanggulangan tersebut dapat dilakukan antara
lain dengan cara:
a.
Meningkatkan konsumsi
zat besi dari makanan. Mengkonsumsi
pangan hewani dalam jumlah cukup.
Namun karena harganya cukup tinggi sehingga masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan
alternatif yang lain untuk mencegah
anemia gizi besi. Memakan
beraneka ragam makanan yang memiliki
zat gizi saling melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan
penyerapan zat besi,
seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25,
50, 100 dan 250 mg dapat meningkatkan
penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4
dan 5 kali. Vitamin C dengan zat besi membentuk senyawa askorbat besi kompleks
yang larut dan mudah diabsorbsi, karena itu sayur-sayuran segar dan buah-buahan
yang mengandung vitamin C baik dimakan untuk mencegah anemia kurang besi Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun
dalam proses pemasakan
50 - 80 % vitamin C akan rusak.Mengurangi
konsumsi makanan yang bisa menghambat
penyerapan zat besi seperti : fitat, fosfat, tannin.
b.
Suplementasi zat besi Pemberian suplemen besi
menguntungkan karena
dapat memperbaiki
status hemoglobin dalam
waktu yang relatif singkat. Di Indonesia pil besi yang umum
digunakan dalam suplementasi
zat besi adalah frrous sulfat. Efek
samping dari pemberian besi feroral adalah mual, ketidaknyamanan
epigastrium, kejang perut,
konstipasi dan diare. Efek ini tergantung dosis yang diberikan dan
dapat diatasi dengan mengurangi dosis
dan meminum tablet segera setelah makan atau bersamaan dengan
makanan.
- Fortifikasi zat
besi
Fortifikasi adalah penambahan suatu
jenis zat gizi
ke dalam bahan pangan untuk meningkatkan kualitas pangan .
Kesulitan untuk fortifikasi zat besi
adalah sifat zat besi yang reaktif dan cenderung mengubah penampilanm bahan
yang di
fortifikasi. Sebaliknya fortifikasi zat besi tidak mengubah rasa, warna,
penampakan dan daya simpan
bahan pangan. Selain itu pangan yang difortifikasi adalah yang banyak
dikonsumsi masyarakat
seperti tepung gandum untuk pembuatan
roti.
- Penanggulangan
penyakit infeksi dan parasit Penyakit infeksi dan
parasit merupakan salah satu penyebab anemia
gizi besi. Dengan menanggulangi penyakit infeksi dan memberantas
parasit diharapkan bias meningkatkan status besi tubuh.
2.8
Pengobatan Anemia
Defisiensi Besi Akibat Kecacingan
Pemantauan
yang dilakukan :
Terapi:
a. Periksa
kadar hemoglobin setiap 2 minggu
b. Kepatuhan
orang tua dalam memberikan obat
c. Gejala
sampingan pemberian zat besi yang bisa
berupa gejala gangguan gastrointestinal misalnya konstipasi,
diare, rasa terbakar
diulu hati, nyeri abdomen dan mual.
Gejala lain dapat berupa pewarnaan gigi yang bersifat sementara.
Tumbuh Kembang :
a. Penimbangan
berat badan setiap bulan
b. Perubahan
tingkah laku
c. Daya
konsentrasi dan kemampuan belajar pada
anak usia sekolah dengan konsultasi ke ahli psikologi
d. Aktifitas
motorik
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan pada bab
sebelumnya, kami dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Penyakit
kecacingan merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling sering ditemukan
di negara-negara berkembang.
2. Infeksi
kecacingan pada manusia baik oleh cacing gelang, cacing cambuk maupun cacing
tambang dapat menyebabkan pendarahan yang menahun yang berakibat menurunnya
cadangan besi tubuh dan akhirnya menyebabkan timbulnya anemia kurang besi.
3. Tanda-tanda
dari anemia gizi dimulai dengan perdarahan menahun akibat infeksi cacing pada
saluran pencernaan (usus) hingga menyebabkan menipisnya simpanan zat besi
(feritin) , jika cadangan kosong maka keadaan ini
disebut iron depleted state serta bertambahnya absorbsi zat
besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada tahap
yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan
transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan
akan diikuti dengan menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia
dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rba
4. Gejala
anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau Anemic syndrome. Menurut
Handayani dan Haribowo (2008), gejala anemia dibagi menjadi tiga golongan besar
yaitu sebagai berikut :
·
Gejala umum anemia atau
sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis Anemia pada kadar
hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik tertentu. Gejala
ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap
penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut diklasifikasikan menurut organ
yang terkena meliputi organ pada sistem kardiovaskuler, sistem saraf, sistem
urogenital, dan epitel.
·
Gejala khas yang
menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia yaitu anemia
defisiensi besi (disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis), anemia
defisisensi asam folat (lidah merah), anemia hemolitik (ikterus dan hepatosplenomegali),
dan anemia aplastik (perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi).
·
Gejala
akibat penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia. Misalnya anemia defisiensi
besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan menimbulkan gejala seperti
pembesaran parotis dan telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.
5.
Upaya yang dilakukan
dalam pencegahandan penanggulangan
anemia meliputi :
·
Program Pencegahan dan
Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) yang dilakukan oleh
Dinas Kesehatan.
·
Fortifikasi makanan
dengan besi.
·
Mengubah kebiasaan pola
makanan dengan menambahkan
konsumsi pangan yang memudahkan
absorbsi besi seperti menambahkan vitamin
C.
·
Penurunan kehilangan
besi dengan pemberantasan
cacing.
·
Mengkonsumsi tablet
tambah darah.
3.2 Saran
Beberapa saran
yang mungkin bisa diterapkan bagi penderita penyakit anemia defisiensi besi
adalah sebagai berikut.
1. Hendaknya
selalu teratur dalam mengonsumsi obat.
2. Memeriksakan
kadar hemoglobin setiap 2 minggu sekali ke klinik atau pun rumah sakit untuk
mengetahui seberapa jauh peningkatan reaksi tablet tambah darah yang telah
dikonsumsi.
3. Menimbang
berat badan setiap bulan.
4. Mengurangi
aktivitas motorik yang dapat menguras energi cukup banyak.
5. Melakukan
konsultasi pada ahli psikologi untuk meningkatkan daya konsentrasi dan
kemampuan belajar pada anak usia sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
-
Anonim. 2011. Anemia.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/118/jtptunimusgdl-arumwulann-5862-2-babii.pdf
diunduh pada tanggal 23 Sepetember 2013 pukul 22.00
-
Drummond KE dan Brefere LM. Nutrition for Foodservice and
Culinary Professional’s, Seventh Edition. New Jersey: John Wiley &
Sons. Page 241-244.
-
Ermita Arumsari. Judul skripsi :Faktor
Risiko Anemia pada Remaja Putri Peserta Program Pencegahan dan
Penanggulangan Anemia Gizi Besi
(PPAGB) di Kota Bekasi. 2008
-
Garrow JS dan James WPT. 1993. Human Nutrition and
Dietetics, Ninth Edition. Edinburgh: Churchill Livingstone. Page 174-180.
-
Handayani, Wiwik. 2008.
Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi.
Jakarta : Salemba Medika
-
Jurnal Kesehatan
Masyarakat USU. Anemia Kurang Besi Dalam Hubungannya dengan Infeksi Cacing pada Ibu Hamil
-
Karta Mihatja, Emy.
2008. Anemia Defisiensi Besi. http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/jurnal/Vol1.no2.Juli2008/ANEMIA%20DEFISIENSI%20BESI.pdf
diunduh pada tanggal 23 Sepetember 2013 pukul 22.00
-
Masrizal. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, September 2007, II (1)
-
Rasmaliah. 2009. Anemia Kurang Besi Dalam Hubungannya Dengan
Infeksi Cacing Pada Ibu Hamil.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3676/1/fkm-rasmaliah8.pdf
diunduh pada tanggal 23 Sepetember 2013 pukul 22.00
-
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/127/jtptunimus-gdl-amaliyahgo-6315-2-babii.pdf
(Diakses pada tanggal 22 September 2013)
-
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21579/4/Chapter%20II.pdf
(Diakses pada tanggal 22 September 2013)
-
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23896/4/Chapter%20II.pdf
(Diakses pada tanggal 22 September 2013)
-
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter%20II.pdf
(Diakses pada tanggal 22 September 2013)
4 komentar:
terimakasih banyak sob, sangat membantu sekali informasinya...
http://landongobatherbal.com/pengobatan-alami-infeksi-usus/
Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
hanya di D*EW*A*P*K / pin bb D87604A1
dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)
ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
Promo Fans**poker saat ini :
- Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
- Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
- Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^
================================================
Alternatif CBO855
CBO855
178.128.118.38
Situs Poker Online Uang Asli
Situs Judi Online Uang Asli
Link Alternatif Fifapoker
================================================
Posting Komentar