PENDAHULUAN
Posyandu
adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu
wilayah kerja Puskesmas, dimana pelaksanaannya dilakukan di tiap kelurahan/RW.
Kegiatannya berupa KIA, KB, P2M (Imunisasi dan Penanggulangan Diare) dan Gizi
(Penimbangan balita). Untuk sasarannya adalah ibu hamil, ibu menyusui, wanita
usia subur (WUS) (Muninjaya, 2004). Posyandu diselenggarakan dari, oleh dan
untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan setempat, dimana dalam
satu unit posyandu idealnya melayani sekitar 100 balita (120 Kepala Keluarga)
yang disesuaikan dengan kemampuan petugas dan keadaan setempat.
Posyandu
diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat sehingga pembentukan,
penyelenggaraan dan pemanfaatannya memerlukan peran serta aktif masyarakat
dalam bentuk partisipasi penimbangan balita setiap bulannya, sehingga dapat
meningkatkan status gizi balita. Kegiatan ini membutuhkan partisipasi aktif
ibu-ibu yang memiliki anak balita untuk membawa balita-balita mereka ke
posyandu sehingga mereka dapat memantau tumbuh kembang balita melalui berat
badannya setiap bulan (Depkes RI, 2006).
Salah
satu program utama posyandu adalah Imunisasi. Perkembangan Imunisasi adalah
suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi
penyakit (Siregar & Matondang, 2005). Imunisasi diperkirakan dapat mencegah
2,5 juta kasus kematian anak per tahun di seluruh dunia dapat dicegah dengan
imunisasi (WHO, UNICEF, & World Bank, 2009). Imunisasi masih sangat
diperlukan untuk melakukan pengendalian Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
(PD3I), seperti Tuberkulosis (TB), dipteri, pertusis (penyakit pernapasan),
campak, tetanus, polio dan hepatitis B. Program imunisasi sangat penting agar
tercapai kekebalan masyarakat (population immunity).(Depkes RI, 2006)
Di
Indonesia, program imunisasi merupakan kebijakan nasional. Program Imunisasi di
Indonesia dimulai pada tahun 1956 dan pada tahun 1990, Indonesia telah mencapai
status Universal Child Immunization (UCI), yang merupakan suatu tahap
dimana cakupan imunisasi di suatu tingkat administrasi telah mencapai 80% atau
lebih.(Depkes RI,2006)
Program
imunisasi merupakan sebuah keberhasilan dalam mencegah penyakit infeksi, hal
ini terbukti dari menurunnya insiden penyakit menular di Amerika Serikat dan
negara lain sejak pertengahan abad ke-20. Di Amerika sejak tahun 1990, cakupan
imunisasi dasar telah mencapai lebih dari 90% (Ranuh, 2000)
Kondisi
tersebut berbanding terbalik dengan kondisi di Indonesia saat ini. Menurut
Organisasi medis kemanusiaan dunia Médecins Sans Frontières (MSF) atau Dokter
Lintas Batas , setiap tahunnya, satu dari lima anak – atau sekitar 19 juta
anak-anak di seluruh dunia tidak terjangkau pelayanan imunisasi. Program
imunisasi juga masih menjadi masalah di Indonesia. Karena sejak 2006, Indonesia
termasuk sebagai salah satu dari enam negara yang teridentifikasi memiliki jumlah tertinggi
anak-anak yang tidak terjangkau imunisasi. (Mahdi, 2012)
Di
wilayah Indonesia bagian timur, khususnya wilayah Papua untuk distribusi
pelaksanaan imunisasi belum mampu menjangkau seluruh masyarakat. Padahal sudah
jelas tertera anggaran dana APBD untuk kesehatan khususnya program imunisasi
sebesar 10%. Namun, faktanya masih banyak balita yang belum mendapat pelayanan
Lima Imunisasi Dasar Lengkap (LIL). Di sisi lain, kurangnya pengawasan dari
Dinas Kesehatan Pusat serta distribusi vaksin yang belum mencukupi kebutuhan di
Papua juga mempengaruhi keberlangsungan program imunisasi di Papua.
Menurut
MSF, sekitar 70 persen dari anak-anak di Kongo, India, Nigeria, Ethiopia,
Indonesia, dan Pakistan belum terjangkau
program imunisasi rutin tersebar. Rencana Aksi Vaksinasi Global senilai 10
milyar dolar AS akan sulit tercapai jika masalah-masalah utama pelaksanaan
program imunisasi rutin masih belum terpecahkan.(Mahdi,2012)
Secara
global, 20 persen bayi yang lahir setiap tahunnya tidak mendapatkan imunisasi
dasar yang dapat melindungi mereka dari berbagai penyakit mematikan yang
sebenarnya dapat dicegah melalui imunisasi. Penyakit campak, TBC, Polio masih
tetap menghantui negara-negara Asia.(MSF,2012)
Indonesia
bersama seluruh negara anggota WHO di Regional Asia Tenggara telah menyepakati
tahun 2012 sebagai Tahun Intensifikasi Imunisasi Rutin atau Intensification
of Routine Immunization (IRI). Hal ini sejalan dengan Gerakan Akselerasi
Imunisasi Nasional atau GAIN UCI yang bertujuan meningkatkan cakupan dan
pemerataan pelayanan imunisasi sampai ke seluruh desa di Indonesia. Saat ini
Indonesia masih memiliki tantangan mewujudkan 100% UCI Desa/Kelurahan pada
tahun 2014 (Pusat Komunikasi Publik, 2011).
Melalui
tantangan 100 % UCI desa/kelurahan pada tahun 2014, Pemerintah Indonesia telah
berupaya untuk menyediakan pelayanan imunisasi, khususnya bagi balita. Namun,
imunisasi tersebut belum bisa menjangkau seluruh balita di Indonesia, khususnya
di wilayah Indonesia Timur. Sehingga masih ditemukan kasus – kasus balita yang
terkena berbagai penyakit ganas dan menular lainnya. Padahal, sudah jelas bahwa
pemerintah telah mencanangkan program dan kebijakan imunisasi untuk kesehatan
dan kesejahteraan masyarakat. Tentunya hal ini perlu dikaji lagi proses
pelaksanaan dan tingkat keberhasilan program imunisasi dengan melihat berbagai
indikator seperti ada atau tidaknya ketimpangan kebijakan, sasaran, penyedia
layanan kesehatan dan peran pemerintah sendiri sebagai regulator. Tindakan ini
sangat penting dilakukan untuk mengevaluasi kelebihan dan kekurangan dari
program imunisasi sehingga kedepannya diharapkan dapat berjalan sesuai dengan harapan
masyarakat dan rencana kerja pemerintah.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Posyandu
adalah pusat kegiatan masyarakat yang pada dasarnya merupakan salah satu wujud
peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan, tempat masyarakat dapat
memperoleh pelayanan KB – kesehatan ibu dan anak (KIA), Gizi, Imunisasi,dan
penanggulangan diare pada waktu dan tempat yang sama ( Effendy, 1998 ).
Kegiatan
di posyandu merupakan kegiatan yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam
upaya pelayanan kesehatan dari masyarakat oleh masyarakat dan untuk masyarakat,
yang dilaksanakan oleh kader-kader kesehatan, yang telah mendapatkan pendidikan
dan pelatihan dari tim puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar (
Effendy,1998 ).
Landasan
Hukum Program Posyandu
1.
Undang-undang Dasar tahun 1945, pasal 28 H ayat
1 dan UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
2.
Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang
kesehatan
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000
tentang kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom.
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2001
tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
5.
Surat Edaran Mendagri Nomor 411.3/1116/SJ tahun
2001 tentang Revitalisasi Posyandu.
6.
Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
7.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457 tahun
2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
8.
Undang-undang Nomor 32 tahun 2003 tentang
Pemerintah Daerah.
9.
Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pemerintah Daerah.
10. Peraturan
Pemerintah Nomor 8 tahun 2003 tentang Organisasi
Perangkat Daerah.
11. Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 128 tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat
Kesehatan Masyarakat.
12. Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 131 tahun 2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional.
13. Undang-undang
Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
14. PP No.7
tahun 2005 tentang RPJMN
Salah satu program layanan dasar di Posyandu adalah Imunisasi.
Program imunisasi sendiri memiliki peran yang penting dalam meningkatkan
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, khususnya pada balita.
A.
Imunisasi
Imunisasi adalah suatu
cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap
suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak
akan sakit atau sakit ringan. (Depkes RI, 2005).
Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan
dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia, untuk mencegah penyakit.
(Depkes-Kessos RI, 2000).
1. Dasar
– Dasar Imunisasi
Manusia dalam kehidupannya
tidak akan luput dari paparan berbagai penyakit. Agen-agen infeksi dan hal-hal
yang dapat membahayakan kehidupan, banyak sekali tersebar dalam lingkungan
hidup manusia. Dalam sejarah, sejak berabad-abad yang lalu, manusia telah
berusaha menimbulkan kekebalan tubuhnya terhadap penyakit atau ancaman dari
luar, contohnya di Abad ke 7, orang India mencoba meminum bisa ular supaya
tubuhnya kebal terhadap gigitan ular. Upaya yang lebih ilmiah dimulai oleh
Edward Jenner, dengan mengembangkan vaksin cacar pada tahun 1877. Jenner
mengembangkan vaksin cacar atau smallpox dari bahan cacar sapi atau cowpox
berdasar penelitiannya.
Tubuh manusia sebenarnya telah mempunyai
sistem kekebalan sebagai mekanisme pertahanan dalam mencegah masuk dan
menyebarnya agen infeksi. Mekanisme pertahanan ini terdiri dari dua kelompok
fungsional, yaitu pertahanan non spesifik dan spesifik yang saling bekerja
sama. Pertahanan non spesifik diantaranya adalah kulit dan membran mukosa,
selsel fagosit, komplemen, lisozim, interferon, dan berbagai faktor humoral
lain. Pertahanan non spesifik berperan sebagai garis pertahanan pertama. Semua
pertahanan ini merupakan bawaan (innate) artinya pertahanan tersebut
secara alamiah ada dan tidak adanya dipengaruhi secara instriksik oleh kontak
dengan agen infeksi sebelumnya. Mekanisme pertahanan spesifik meliputi sistem
produksi antibodi oleh sel B dan sistem imunitas seluler oleh sel T. Sistem
pertahanan ini bersifat adaptif dan didapat, yaitu menghasilkan reaksi spesifik
pada setiap agen infeksi yang dikenali karena telah terjadi pemaparan terhadap
mikroba atau determinan antigenik tersebut sebelumnya. Sistem pertahanan ini
sangat efektif dalam memberantas infeksi serta mengingat agen infeksi tertentu
sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit di kemudian hari. Hal inilah yang
menjadi dasar imunisasi (Wahab, 2002).
Saat ini banyak penyakit telah dapat
dicegah dengan imunisasi. Misalnya vaksin Baccillus Calmete-Guerin (BCG)
untuk mencegah penyakit tuberculosis, Toksoid Diphteri untuk mencegah penyakit difteri,
Vaksin pertusis untuk mencegah penyakit pertusis, toksoid tetanus untuk
mencegah penyakit tetanus, vaksin hemophilus influenza untuk mencegah penyakit
saluran nafas yang disebabkan oleh kuman haemophyllus influenza, dll. Bahkan
saat ini sedang dikembangkan pembuatan vaksin demam berdarah, Human
immunodeficiency virus/Acquired immune deficiency syndrome (HIV/AIDS), dan
penyakit infeksi lain yang banyak menimbulkan kerugian baik bagi individu,
masyarakat maupun negara.
2.
Imunisasi Di
Indonesia
Di Indonesia, program imunisasi diatur
oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pemerintah, bertanggungjawab
menetapkan sasaran jumlah penerima imunisasi, kelompok umur serta tatacara
memberikan vaksin pada sasaran. Pelaksaan program imunisasi dilakukan oleh unit
pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta. Institusi swasta dapat memberikan
pelayanan imunisasi sepanjang memenuhi persyaratan perijinan yang telah
ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, Di Indonesia pelayanan imunisasi dasar/
imunisasi rutin dapat diperoleh pada :
a.
Pusat pelayanan yang dimiliki oleh
pemerintah, seperti Puskesmas, Posyandu, Puskesmas pembantu, Rumah Sakit atau
Rumah Bersalin
b.
Pelayanan di luar gedung, namun
diselenggarakan oleh pemerintah misalnya pada saat diselenggarakan program
Bulan Imunisasi Anak Sekolah, pekan Imunisasi Nasional, atau melalui kunjungan
dari rumah ke rumah.
c.
Imunisasi rutin juga dapat diperoleh
pada bidan praktik swasta, dokter praktik swasta atau rumah sakit swasta.
3. Dasar hukum penyelenggaraan program imunisasi :
a. Undang-undang
No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
b. Undang-undang
No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
c. Undang-undang
No. 1 tahun 1962 tentang Karantina Laut.
d. Undang-undang
No. 2 tahun 1962 tentang Karantina Udara.
e. Keputusan
Menkes No. 1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi.
f. Keputusan
Menkes No. 1626/ Menkes/SK/XII/2005 tentang Pedoman Pemantauan dan
Penanggulangan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI).
2. Tujuan imunisasi di Indonesia
a. Tujuan
Umum
Turunnya angka kesakitan, kecacatan dan
kematian bayi akibat PD3I.
b. Tujuan Khusus
a. Tercapainya
target Universal Child Immunization yaitu cakupan imunisasi lengkap
minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa/ kelurahan pada tahun 2010
b. Tercapainya
Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden di bawah 1 per 1.000 kelahiran
hidup dalam satu tahun) pada tahun 2005.
c. Eradikasi
polio pada tahun 2008.
d. Tercapainya
reduksi campak (RECAM) pada tahun 2005)
3.
Sasaran imunisasi di Indonesia dapat dijabarkan :
Imunisasi
dilakukan di seluruh kelurahan di wilayah Indonesia. Imunisasi rutin diberikan
kepada bayi di bawah umur satu tahun, wanita usia subur, yaitu wanita berusia
15 hingga 39 tahun termasuk ibu hamil dan calon pengantin. Imunisasi pada bayi
disebut dengan imunisasi dasar, sedangkan imunisasi pada anak usia sekolah
dasar dan wanita usia subur disebut dengan imunisasi lanjutan.
Vaksin
yang diberikan pada imunisasi rutin meliputi, pada bayi: hepatitis B, BCG,
Polio, DPT, dan campak. Pada usia anak sekolah: DT (Difteri Tetanus), campak
dan Tetanus Toksoid. Pada imunisasi terhadap wanita usia subur diberikan
Tetanus Toksoid. Pada kejadian wabah penyakit tertentu di suatu wilayah dan
waktu tertentu maka Imunisasi tambahan akan diberikan bila diperlukan. Imunisasi
tambahan diberikan kepada bayi dan anak. Imunisasi tambahan sering dilakukan
misalnya ketika terjadi suatu wabah penyakit tertentu dalam wilayah dan waktu
tertentu misalnya, pemberian polio pada Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan
pemberian imunisasi campak pada anak sekolah
4.
Kebijakan dan
Strategi:
a.
Program Imunisasi
1) Kebijakan RPJMN 2010 – 2014,
-
Tercapainya cakupan imunisasi dasar
lengkap kepada 90 % bayi 0-11 bulan
-
Tercapainya UCI di seluruh desa dan
kelurahan
2) Renstra Kem. Kesehatan 2010 –
2014,
Cakupan
imunisasi menjadi indikator yang harus dicapai pada setiap tahun melalui penilaian:
-
Cakupan pemberian imunisasi pada bayi
0-11 bulan (80% pada tahun 2010)
-
Persentase anak SD yang mendapatkan
imunisasi (98% pada tahun 2010)
-
Persentase desa yang mencapai Universal
Child Immunization (UCI) (80%
pada tahun 2010)
3)
Target Imunisasi Tahun 2010-2014
-
UCI desa 100% pd tahun 2014
-
Cakupan HB-0 80% pd tahun 2010
-
Cakupan 98% dosis ke 2 campak melalui
BIAS
-
Eliminasi MNT pada tahun 2010
-
TT bagi WUS di Kab/Kota risiko tinggi
tetanus
-
Validasi data MNTE bertahap tahun
2010-201
-
Reduksi kematian akibat campak sebesar
90% pd tahun 2010 dibanding 2000
4)
Indikator Keberhasilan
GAIN ( Gerakan Akselerasi
Imunisasi Nasional) UCI selama 5 tahun ( 2010 s/d 2014 )
-
80% UCI desa/kelurahan pada tahun 2010
-
85% UCI desa/kelurahan pada tahun 2011
-
90% UCI desa/kelurahan pada tahun 2012
-
95% UCI desa/kelurahan pada tahun 2011
-
100% UCI desa/kelurahan pada tahun 2014
5) Strategi
- Memberikan
akses (pelayanan) kepada masyarakat
- Membangun
kemitraan dan jejaring kerja
- Menjamin
ketersediaan dan kecukupan vaksin, peralatan rantai vaksin da alat suntik
- Menerapkan
sistem Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) untuk menentukan prioritas kegiatan
serta tindakan perbaikan
- Pelayanan
imunisasi dilaksanakan oleh tenaga profesional/ terlatih
- Pelaksanaa
sesuai standar
- Memanfaatkan
perkembangan metoda dan teknologi yang lebih efektif, berkualitas dan efisien.
- Meningkatkan
advokasi, fasilitasi dan pembinaan
B.
Kasus
Papua Masuk Daerah Rendah Cakupan Imunisasi
JAYAPURA
[PAPOS] - Kementerian Kesehatan menyebutkan masih ada daerah-daerah yang
cakupan imunisasinya masih rendah. Daerah tersebut umumnya berada di wilayah
terpencil yang sulit terjangkau juga daerah kumuh perkotaan
Provinsi yang
masih rendah cakupan imunisasinya ada di Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku
Utara dan NTT. Hal ini menurut Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi juga dikarenakan
kurangnya komitmen pemerintah daerah dalam melaksanakan program.
"Seharusnya
pemda bisa mengalokasikan 10 persen APBD nya untuk anggaran kesehatan termasuk
dalam memperluas cakupan imunisasi lengkap. Anggaran ini semestinya tidak
termasuk untuk gaji," kata Menkes di sela-sela workshop media baru-baru
ini di Hotel Acacia Jakarta.
Sampai saat
ini, baru sekitar 80 persen desa di Indonesia yang telah mencapai Universal
Child Immunization (UCI) dari target 86,8 persen. Universal Child Immunization
(UCI) adalah status dimana lebih dari 80 persen bayi di desa tersebut yang
telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap.
Program
Imunisasi sudah terbukti berhasil mengeradikasi penyakit cacar di Indonesia
sejak 1976 dan kasus polio liar sudah tidak pernah ditemukan lagi di Indonesia
sejak 2006. Kematian akibat campak juga mengalami penurunan yang tajam, yaitu
sebesar 87 persen, dari sekitar 10.300 kasus (2000) menjadi < 2.000 kasus
(2012). Imunisasi juga berhasil menekan angka kematian ibu dan anak yang
diakibatkan oleh tetanus menjadi kurang dari 1 per 1.000 kelahiran hidup.
Sejak tahun
1956, Indonesia telah memberikan imunisasi dalam rangka eradikasi cacar, BCG
dan lain-lain. Seiring dengan perkembangan teknologi semakin banyak ditemukan
vaksin-vaksin yang dapat mencegah penyakit berbahaya yang menimbulkan wabah,
kecacatan ataupun kematian, diantaranya yaitu penyakit tuberkulosis, polio, difteri,
pertusis atau batuk rejan, tetanus, hepatitis, campak, pneumonia, meningitis
dan lain-lain.
Mulai Juli
2013 ini, guna mempercepat penurunan angka kematian bayi dan anak dalam rangka
pencapaian MDGs, pemerintah juga melakukan introduksi vaksin baru berupa vaksin
pentavalent (DPT/HB/Hib) menggantikan vaksin DPT-HB. Vaksin Haemophilus
influenza tipe b (Hib) diberikan dalam vaksin kombinasi DPT/HB/Hib pada usia
yang sama dengan pemberian vaksin DPT/HB. Vaksin ini berguna untuk mencegah
penyebaran bakteri Hib di dalam darah (bakteriemia), infeksi saluran nafas
berat (pneumonia), dan radang otak (meningitis).
Strategi
untuk mencapai cakupan imunisasi yang tinggi dan merata, yang telah dicanangkan
oleh pemerintah Indonesia sejak 2010 lalu melalui suatu gerakan nasional yang
dikenal dengan Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional UCI (GAIN UCI). Hal ini
juga sejalan dengan kesepakatan Pemerintah Indonesia bersama dengan
negara-negara Regional Asia Tenggara menjadikan tahun 2012 lalu sebagai Tahun
Intensifikasi Imunisasi Rutin atau Intensification of Routine Immunization.(rm)
Analisis Kebijakan
Pemerintah terhadap Imunisasi
Berdasarkan
paparan kasus di atas, program imunisasi di Indonesia belum mampu menjangkau
seluruh wilayah di Indonesia khususnya di wilayah Papua. Tidak dapat dipungkiri
Pemerintah Pusat belum mampu menjangkau wilayah Papua melihat letak geografisnya
yang sulit dijangkau. Namun, pemerintah juga tidak dapat melepaskan
kewajibannya untuk tetap memberikan pelayanan yang terbaik bagi seluruh
masyarakat. Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk membuat dan melaksanakan
kebijakan serta program - program untuk kesejateraan masyarakat, khususnya pada
program imunisasi. Namun, faktanya kebijakan pemerintah terhadap imunisasi
belum mampu berjalan sesuai dengan harapan masyarakat. Keberhasilan program
imunisasi tersebut dapat dilihat dari ada atau tidaknya ketimpangan kebijakan,
cakupan sasaran program, peran penyedia pelayanan kesehatan serta pemerintah
sebagai regulator.
Ketimpangan
Kebijakan
Dari
kasus yang kami amati masih terdapat ketimpangan-ketimpangan kebijakan pada
program imunisasi khususnya pada sektor kesehatan di wilayah Papua, diantaranya :
1. Rendahnya
cakupan imunisasi
Rendahnya
cakupan imunisasi dalam hal ini di artikan bahwa masih banyak sekali daerah
daerah di Papua yang masih belum tersentuh
dan mendapatkan imunisasi. Dalam kasus di atas dijelaskan bahwa daerah
yang belum tersentuh atau terdapat program imunisasi adalah daerah yang wilayah
nya masih terpencil dan sulit terjangkau oleh fasilitas kesehatan. Bahwasanya
imunisasi di indonesia harus dilakukan dan dilaksanakan di seluruh wilayah
Indonesia baik itu di desa maupun di kota sesuai dengan target Universal Child
Immunization yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi 100% di desa atau
kelurahan pada tahun 2010 hal ini juga sesuai dengan sasaran imunisasi yang di
kelurkan oleh Menteri Kesehatan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1059/MENKES/SK/IX/2004. Universal
Child Immunization itu sendiri adalah
suatu keadaan tercapainaya imunisasi dasar pada semua bayi ( anak dibawah umur
1 tahun) dan berdasarkan RPJM Pemerintah berkomitmen untuk mencapai targt 100% desa mencapai UCI pada tahun 2014.
Dari kasus diatas kita dapat melihat bahwa target dari Universal Child
Immunization dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia belum
tercapai dan terlaksana dengan baik pada
tahun 2013 hal ini karena di tahun 2013 di daerah Papua belum semua derah
mendapatkan cakupan program imunisasi.
Dengan
demikian, cakupan wilayah yang masih
rendah atau dengan kata lain wilayah yang masih terpencil dan sulit terjangkau
seharusnya bukan menjadi alasan tidak tersediaanya program imunisasi di wilayah
Papua tersebut.
2. Kurangnya
komitmen dan kerjasama dari pemerintah dan pihak swasta serta masyarakat dalam
melaksanakan program imunisasi di Papua
Komitmen
merupakan kesepakatan yang harus ada dan dilaksanakan oleh 2 orang atau lebih
untuk mencapai tujuan tertentu. Sebuah komitmen yang sudah di sepakati harus
dilaksanakan dengan baik agar tujuan yng dikehendaki bisa terwujud. Seperti halnya pada kasus yang terjadi di Papua,
Pemerintah daerah sebagai stakeholder
dan pembuat serta pelaksana kebijakan tidak mempunyai komitmen dalam
melaksanakan program imunisasi di Papua, serta tidak adanya kerjasama antar
lintas sektoral . Untuk mencapai target imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi 100% di desa atau
kelurahan maka diperlukan akselerasi atau kegiatan percepatan dari seluruh
komponen masyarakat baik pemerintah,NGO/LSM maupun swasta bersama-sama untuk
menggerakan masyarakat luas untuk berpatisipasi aktif mendorong ibu untuk
membawa anaknya untuk mendapatkan imunisasi,
hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 482/MENKES/SK/IV/2010 tentang Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional Universal Child
Immunization 2010-2014(GAIN UCI 2010-2014).
Pemerintah
daerah sebagai lembaga negara kurang berkontribusi dalam melaksnakan program
imunisasi di daerah Papua padahal menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 199
tentang Pemerintah Daerah , bahwa pemerintah pusat telah memberikan otonomi
luas kepada kabupaten/kota dan otonomi terbatas pada provinsi, sehingga
pemerintah daerah akan semakin leluasa menentukan prioritas pembangunan sesuai
kondisi daerah. Oleh sebab itu daerah harus memiliki kemampuan mengidentifikasi
masalah sampai dengan memilih prioritas maslah kesehatan yang sesuai dengan kemampuan
dan kebutuhan daerah, seeta mencari sumber-sumber dana yang dapat digunakan
untuk menyelsaikan maslah. Dalam hal ni imunisasi merupakan upaya prioritas
yang dapat dipilih oleh semua wilayah mengingat bahwa imunisasi merupakan upaya
yang efektif dan diperlukan oleh semua daerah.
Dalam
program pengembangan imunisasi pemerintah atau menteri Kesehatan republik
indonesia telah membentuk suatu badan yang disebut dengan badan Komite
Penasehat Ahli Imunisasi Nasional sesuai dengan Keputusan menteri kesehatan
Republik Indonesia Nomor 904/MENKES/SK/VII/2010 tentang Komite Penasehat Ahli
Imunisasi Nasional.
Tugas
komite sebagaiman diktum kedua :
a.
Memantau dan mengkaji perkembangan
keilmuan vaksin, baik aspek teknologi, produksi maupun vaksin baru
b.
Menyampaikan hasil pemantauan dan kajian
vaksin sebagai bahan pertimbangan untuk rekomendasi dalam rangka pengembangan
program imunisasi
c.
Menjalin komunikasi, koordinasi dengan
berbagai lembaga, kelompok kerja,organisasi profesi baik di tingkat nasional
maupun provinsi yang relevan dengan imunisasi
d.
Dalam melaksanakan tugasnnya komite
penasehat ahli komunikasi dapat berkonsultasi dengan para pakar lain dalam
bidang keilmuan yang terkait dan organisasi terkait serta pihak-pihak lain yang
dipandang perlu
e.
Menyusun dan menyampaikan laporan secara
berkala kepada menteri kesehatan melalui direktorat jenderal pengendalian
penyakit dan penyeehatan lingkungan
Dengan sudah di adakannya atau dibuat
badan komite ini maka kasus seperti yang ada didaerah Papua tidak ada yaitu
kasus tentang kurangnya komitmen pemerintah dan kurangnya kerjasama antar
lintas sektoral. Kasus seperti itu sekarang ini harus tidak ada namun
keadaannya sebaliknya.
3. Alokasi
APBD untuk kesehatan rendah
Seperti yang di kemukakan oleh Menteri Kesehatan
Republik Indonesia “Seharusnya pemda bisa mengalokasikan 10 persen APBD nya
untuk anggaran kesehatan termasuk dalam memperluas cakupan imunisasi lengkap.
Anggaran ini semestinya tidak termasuk untuk gaji” namun keadaan di Papua
sebaliknya. Kurangnya cakupan Imunisasi di daerah Papua juga disebabkan salah
satu nya adaah oleh rendahnya alokasi APBD Papua untuk anggaran kesehatan.
Menurut Undang-undang Kesehatan 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa anggaran APBD
untuk kesehatan adalah 10 persen namun kenyataannya di daerah Papua angaran
APBD yang seharusnya dialokasikan untuk anggaran kesehatan kurang dari 10
persen.
Dengan
anggaran kesehatan yang kurang dari 10 persen tersebut maka hal ini dapat
menyebabkan banyak sekali daerah yang berada di Papua tidak dapat mendapatkan
fasilitas kesehatan yaitu sakah satu nya imunisasi. Seharusnya pemerintah
daerah menambah alokasi anggaran APBD untuk kesehatan.
Sasaran
Data Cakupan Imunisasi Papua 2012
Data
Indikator Target Tercapainya Cakupan Imunisasi Dasar Papua 2012
Berdasarkan data profil
kesehatan Provinsi Papua Tahun 2012, terhitung cakupan balita yang mendapatkan
imunisasi campak sebesar 44,49%, sementara target Renstra tahun 2012 adalah
90%. Sedangkan untuk imunisasi dasar lengkap, sebesar 45,7% di Provinsi Papua,
sementara berdasarkan data RKP (Rencana Kerja Pemerintah) Tahun 2013 diharapkan
cakupan imunisasi dasar lengkap sebesar 85%.
Berdasarkan data di atas juga
diketahui bahwa dari 11 kabupaten / kota di propinsi Papua Barat belum ada satu
pun yang memenuhi target renstra pelayanan bayi yaitu sebesar 86%.Rata-rata di
kabupaten/kota di Papua barat ini cakupannya hanya berkisar pada angka 69,72 %
ke bawah.
Data tersebut
menunjukan ada ketimpangan yang besar antara target dengan realisasi yang
dicapai, dimana Provinsi Papua tidak dapat memenuhi standar target yang
ditentukan, bahkan jauh dari target yang diharapkan.
Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1611/Menkes/SK/XI/ 2005 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi, menyebutkan bahwa imunisasi merupakan salah satu
upaya preventif untuk mencegah penyakit melalui pemberian zat kekebalan tubuh,
harus dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh dan dilaksanakan sesuai
standar sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan dan memutus mata rantai
penularan penyakit (Depkes RI, 2006).
Mengingat pentingnya
imunisasi untuk kesehatan, rendahnya cakupan imunisasi di Papua akan berbanding
lurus dengan derajat kesahatan masyarakatnya, terlebih bayi dan balita. Hal ini
dapat ditunjukan dari angka kematian Bayi dan Balita menurut SDKI 2012 yang
menyatakan bahwa angka kematian bayi di Papua sebesar 74 per 1000 kelahiran
hidup dan angka kematian balita sebesar 102 per 1000 kelahiran hidup, dimana
jauh dari target MDG’s yang menargetkan angka kematian bayi sebesar 23 per 1000
kelahiran hidup dan target angka kematian balita sebesar 32 per 1000 kelahiran
hidup.
Dilansir Antara News,
Deputi Bidang Kesehatan, Kependudukan dan KB Kementerian Koordinasi
Kesejahteraan Rakyat Emil Agustiono menyatakan pada media Indonesia bahwa
problem utama rendahnya imunisasi di Papua adalah karena sulitnya kondisi
geografis, infrastruktur dan SDM kesehatan.
Melihat kondisi
geografis Provinsi Papua yang umumnya terpencil dan sulitnya akomodasi untuk
mencapai target tempat tujuan, menyebabkan distribusi obat dan tenaga kesehatan
akan terkendala, sehingga cakupan imunisasi tidak akan optimal. Selain itu,
faktor pendidikan juga berpengaruh terhadap Sumber Daya Manusia Kesehatan yang
tersedia. Rendahnya derajat pendidikan di Papua akan menyebabkan masyarakat
tidak memiliki pengetahuan dan pendidikan yang cukup tentang pentingnya
imunisasi dan kesehatan, bahkan untuk menjadi tenaga kesehatan.
Oleh karena itu, agar
program imunisasi dapat terlaksana dengan baik dan mencapai target yang telah
ditentukan, perlu adanya manajemen yang baik dari pemerintah. Pelaksanaan
program imunsasi tidak terlepas dari peran manajemen organisasional serta
teknis pelaksana individual yakni sumber daya manusia dalam melaksanakan
kegiatan tersebut, agar keberhasilan program imunisasi dalam upaya menurunkan
angka kematian dapat ditekan sekecil mungkin, sehingga dengan pelaksanaan
program imunisasi sesuai dengan pedoman diharapkan cakupan imunisasi tinggi dan
merata tetap dapat dipertahankan untuk mencapai tingkat population immunity
atau kekebalan masyarakat, yang pada akhirnya angka kesakitan dan kematian
dapat diturunkan.
Distribusi Penyedia Layanan Kesehatan
Dari tabel
di atas, menunjukan bahwa desa di Kabupaten Manokwari yang mengeluarkan biaya
untuk pelayanan kesehatan di posyandu 83.3% dikarenakan posyandunya tidak
memiliki dana operasional. Hal serupa terjadi di Kota Sorong yaitu sebanyak 75%
desa mengeluarkan biaya pelayanan posyandu karena tidak ada dana operasional
posyandu.
Seharusnya
Posyandu yang telah mempunyai anggaran operasional, tidak lagi membebankan
biaya pelayanan kesehatan bayi dan anak balita kepada masyarakat namun dari
table di atas diketahui beberapa desa di Kabupaten Manokwari dan Kota Sorong
masih mengeluarkan biaya padahal sudah ada dana oprasional, yaitu masing-masing
16.7% dan 25% desa. Intervensi yang perlu dilakukan untuk membuat pelayanan
posyandu menjadi maksimal adalah adanya anggaran operasional untuk kegiatan
posyandu sehingga masyarakat tidak merasa terbebani apabila menjalankan
pemeriksaan kesehatan ibu dan bayinya di Posyandu.
Dari
table diatas, diketahui bahwa di Kota Sorong tidak ada perawat di puskesmas
yang memberi pelayanan KIA. Kegiatan pelayanan KIA terutama dilakukan oleh
Bidan (77,78%). Namun di 3 puskesmas tidak terdapat satupun tenaga kesehatan
yang member pelayanan KIA.
Sementara
dalam pelayanan Imunisasi masih ada 5 puskesmas yang tidak memiliki satupun
tenaga kesehatan untuk pelayanan tersebut. Kegiatan ini terutama dilakukan oleh
tenaga perawat, namun memang jumlah puskesmas yang memiliki perawat dalam
pelayanan imunisasi tidak begitu besar, hanya sebanyak 70,37%.
Dilihat
dari sisi ketersediaannya pelayanan kesehatan seperti Posyandu, setiap posyandu
sebaiknya melayani maksimal 100 balita per 700 pendududk dalam wilayah atau
disesuaikan dengan kemampuan petugas dan keadaan setempat, gografis, jarak
antar rumah, jumlah keluarga dalam kelompok, dan sebagainya. Standar ini
berlaku umum dimanapun untuk menstandarkan pelayanan posyandu. Dari data
survey, setiap desa di Provinsi Papua Barat telah memiliki Posyandu, namun
jumlahnya sangat sedikit.
Selain
jumlah yang sedikit, sebaran posyandu di setiap desa jumlahnya juga sangat
bervariasi dimana ada desa yang memiliki 18 posyandu, tapi ada pula desa yang
hanya memiliki 1 posyandu. Hal ini menunjukkan komitmen dari masing-masing
masyarakat desa dan juga pemangku kepentingan di desa masih beragam,
kemungkinan mereka belum memiliki persepsi yang sama dan juga belum mengerti
pentingnya posyandu dalam pemantauan kesehatan ibu dan balitanya.
Hal
ini juga didukung dengan ketimpangan kebijakan pelayanan kesehatan di Papua,
yakni dilihat dari segi cakupan wilayah yang sulit dijangkau, komitmen
setempat, dan APBD yang rendah untuk program itu sendiri.
Peran Pemerintah
sebagai regulator
Peran Pemerintah dalam penyelenggaraan program
imunisasi di Papua antara lain:
1. Dalam
rangka pencapaian MDGs, pemerintah melakukan introduksi vaksin baru berupa
vaksin pentavalent (DPT/HB/Hib) menggantikan vaksin DPT-HB.
2. Pemerintah
Indonesia juga telah mencanangkan suatu strategi untuk mencapai cakupan
imunisasi yang tinggi dan merata sejak 2010 lalu melalui suatu gerakan nasional
yang dikenal dengan Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional UCI (GAIN UCI). Hal
ini juga sejalan dengan kesepakatan Pemerintah Indonesia bersama dengan
negara-negara Regional Asia Tenggara menjadikan tahun 2012 lalu sebagai Tahun
Intensifikasi Imunisasi Rutin atau Intensification of Routine Immunization.
Peran serta Pemerintah Indonesia yang
seharusnya dalam penyelenggaraan program imunisasi di Indonesia antara lain,
yaitu:
1. Mengupayakan
pemerataan jangkauan pelayanan imunisasi baik terhadap sasaran masyarakat
maupun sasaran wilayah
2. Mengupayakan
kualitas pelayanan yang bermutu
3. Mengupayakan
kesinambungan penyelenggaraan melalui perencanaan program dan anggaran terpadu
4. Memberikan
perhatian khusus untuk wilayah rawan sosial, rawan penyakit (KLB) dan
daerah-daerah sulit secara geografis.
5.
Pemerintah harus menyediakan dan menambah tenaga terlatih serta bekerja sama dengan LSM/CSO,
begitupun sebaliknya .
6.
Untuk program imunisasi, seluruh kebutuhan
vaksin dicukupi oleh Pemerintah Pusat, Sedangkan Pemda diharapkan peran
sertanya untuk mencukupi biaya operasional dan pemeliharaan. Namun pada
kenyataannya karena keterbatasan dan perhatian dari pemerintah daerah masih sangat rendah, sehingga kecukupan
pembiayaan untuk program imunisasi belum optimal.
Penyelenggaraan program imunisasi di Indonesia
mengacu pada kesepakatan-kesepakatan internasional untuk pencegahan dan
pemberantasan penyakit, antara lain:
1.
WHO tahun 1988 dan UNICEF melalui World Summit for Children pada tahun 1990 tentang ajakan untuk mencapai target cakupan imunisasi 80-80-80, Eliminasi Tetanus Neonatorum
dan Reduksi Campak.
2.
Himbauan UNICEF, WHO dan UNFPA tahun 1999 untuk
mencapai target Eliminasi Tetanus
Maternal dan Neonatal (MNTE) pada tahun 2005 di negara berkembang.
3.
Himbauan dari WHO bahwa negara dengan tingkat endemisitas tinggi (>8%) pada tahun 1997 diharapkan telah melaksanakan program imunisasi hepatitis B ke dalam program
imunisasi rutin.
4.
WHO/UNICEF/UNFPA tahun 1999 tentang Joint
Statement on the Use of Autodisable Syringe in Immunization Services;
5.
Konvensi Hak Anak: Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak
Anak dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1999 tertanggal 25 Agustus 1990,
yang berisi antara lain tentang hak anak untuk memperoleh kesehatan dan
kesejahteraan dasar;
6.
Resolusi Majelis
Kesehatan Dunia (World Health
Assembly) tahun 1988 dan tahun 2000 yang diperkuat dengan
hasil pertemuan The Eight
Technical Consultative Group Vaccine Preventable Disease in SEAR tahun 2001 untuk mencapai Eradikasi Polio pada
tahun 2004 untuk regional Asia Tenggara dan sertifikasi bebas polio
oleh WHO tahun 2008;
7.
The Millenium Development Goals
(MDGs) pada tahun 2003 yang meliputi goal (target) no 4:
tentang reduce child mortality, goal (target) no 5:
tentang improve maternal health, goal (target) no 6: tentang combat HIV/AIDS, malaria
and other diseases
(yang disertai dukungan teknis dari UNICEF);
8.
Resolusi WHA
56.20, 28 Mei 2003 tentang Reducing
Global Measles Mortality, mendesak negara-negara anggota
untuk melaksanakan The
WHO-UNICEF Strategic Plan for Measles Mortality Reduction 2001-2005 di negaranegara dengan angka
kematian campak tinggi sebagai
bagian dari Program Imunisasi;
9.
Cape Town
Measles Declaration, 17
Oktober 2003, menekankan pentingnya
melaksanakan tujuan dari United Nation General Assembly Special Session
(UNGASS) tahun 2002 dan World Health Assembly (WHA) tahun
2003 untuk menurunkan kematian akibat campak menjadi 50% pada akhir
tahun 2005 dibandingkan dengan
tahun 1999; dan mencapai target
The United Millenium Development Goals
untuk mereduksi kematian campak
pada anak usia kurang dari 5 tahun menjadi
2/3 pada tahun 2015 serta mendukung
The WHO/UNICEF Global Strategic
Plan for Measles Mortality
Reduction and Regional Elimination 2001-2005;
10. Pertemuan
The Ninth Technical Consultative Group
on Polio Eradication and Polio Eradication and Vaccine Preventable Diseases in
South-East Asia Region tahun 2003 untuk menyempurnakan proses
sertifikasi eradikasi polio, reduksi kematian akibat campak menjadi 50% dan eliminasi tetanus neonatal , cakupan DPT3 80% di semua negara dan semua kabupaten , mengembangkan strategi untuk safe injections (penyuntikan
aman ) and
waste disposal ( limbah buangan) di semua negara serta memasukkan vaksin hepatitis B di dalam
Program Imunisasi di semua negara;
11. WHO-UNICEF tahun
2003 tentang Joint Statement on
Effective Vaccine Store
Management Initiative.
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis kasus di atas, kebijakan pemerintah terhadap program
imunisasi belum berhasil sesuai dengan pencapaian target dan indikator
keberhasilan dalam Universal Child Immunization (UCI) yakni 85-85-85, artinya
cakupan imunisasi dasar lengkap tercapai 85% merata di tingkat kabupaten/kota,
85% tercapai merata di tingkat kecamatan/puskesmas dan 85% merata di tingkat
desa/kelurahan. Hal tersebut dapat dilihat dari kasus banyaknya balita di Papua yang belum mendapat pelayanan imunisasi
dasar. Padahal imunisasi dasar merupakan kebutuhan yang penting bagi balita
dalam menjaga sistem kekebalan tubuh agar dapat tumbuh dan berkembang dengan
baik. Sebenarnya program yang telah
dicanangkan pemerintah akan pemerataan imunisasi dasar pada bayi dan balita
sudah cukup baik. Hal tersebut dapat dilihat dari upaya pemerintah dalam
pencapaian MDG’s yakni dengan melakukan introduksi vaksin baru berupa vaksin
pentavalent (DPT/HB/Hib) menggantikan vaksin DPT-HB. Namun,
masih ditemukannya berbagai penyimpangan terhadap kebijakan tersebut seperti
penyelewengan anggaran APBD, kurangnya cakupan imunisasi, belum adanya komitmen
Pemerintah untuk mensukseskan program imunisasi serta kurangnya distribusi
penyedia layanan kesehatan.
SARAN
Dalam
upaya memberikan pelayanan imunisasi secara maksimal terhadap kelompok sasaran,
seharusnya Pemerintah menyediakan berbagai sarana dan prasarana mulai dari
sarana transportasi bagi petugas, lemari es, freezer, dan vaccin carier/cold box ataupun termos es sebagai tempat untuk
menyimpan dan membawa vaksin ke sasaran, alat suntik (spuit) baik untuk di
wilayah pusat kota maupun di wilayah desa. Di samping itu untuk mengantisipasi
perkembangan zaman dan teknologi, Pemerintah dan Dinas Kesehatan hendaknya melakukan
penyegaran pengetahuan (refreshing) bagi petugas imunisasi melalui berbagai pelatihan
maupun penataran untuk lebih meningkatkan keterampilan bagi petugas posyandu.
Di sisi lain, sebagai
masyarakat hendaknya kita mengawal dan mengawasi seluruh program Pemerintah
baik dalam bidang kesehatan maupun non kesehatan. Hal tersebut dilakukan untuk
menghindari berbagai upaya penyimpangan – penyimpangan yang dilakukan oknum
tertentu. Sehingga program imunisasi tepat sasaran dan dapat menjangkau seluruh
masyarakat Indonesia. Selain, itu adanya partisipasi dari masyarakat untuk
aktif dalam memeriksakan kesehatan bayi dan balita di Posyandu juga penting dan
perlu dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,_____________________________________.Repository
USU. Diakseshttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31684/5/Chapter%20I.pdf,
19 Oktober 2013
Anonim ____________, USU Library.
Diakses repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22315/4/Chapter%20II.pdf
, 10 Oktober 2013
Anonim. 2011. Translation of Comprehensive Multi Year Plan 2007-2011 (INO AAD 201 XC
081 SE-08-218072).pdf
Ariebowo. 2005. Analisis Faktor-Faktor Organisasi yang Berhubungan dengann Cakupan
Imunisasi. Semarang
Departemen
dalam Negeri RI dan TP.PKK.1994 Pusat
Posyandu : posyandu dan perkembangannya. Jakarta
Departemen
Kesehatan RI. 1990
Departemen
Kesehatan RI. 2000
Departemen
Kesehatan RI. 2001
Departemen
Kesehatan RI. 2006
Departemen
Kesehatan RI. 2008
Depkes
RI . 1987. Posyandu, Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Depkes RI
Depkes
R.I. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1059/Menkes/SK/IX/2004
tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta:
Depkes RI
Efendi,
N. 1998. Dasar-dasar Keperawatan,
Kesehatan Masyarakat. Jakarta : IEGC
Eko susanto, Cornelius .
2012. Vaksinasi Rendah Tuberkulosis di Indonesia Timur Tinggi. Antara
News. Diakses http://iluvimunisasi.wordpress.com/2012/05/22/vaksinasi-rendah-tuberkulosis-di-indonesia-timur-tinggi/,
pada tanggal 19 Oktober 2013 pukul 16.00
Kementrian Perencanaan
Pembangunan Nasional/ Badan Pembangunan Nasional, 2012. Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2013. Diakses http://bappeda.jabarprov.go.id/assets/data/berita/BUKU_I_RKP_2013.pdf,
18 Oktober 2013
Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 482/MENKES/SK/IV/2010
tentang Gerakan Akselerasi Imunisasi
Nasional Universal Child Imunnix=zation 2010-2011 (GAIN UCI 2010-2011)
Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1059/MENKES/SK/IX/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Imunisasi
Muhammad, Mahdi, 2012. 19 Juta
Anak Belum Terjangkau Imunisasi. Kompas.
http://health.kompas.com/rengad/2012/07/23/08130248/19.Juta.Anak.Belum.Terjangkau.Imunisasi
pada tanggal 13 Oktober 2013 pukul 16.00
Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan RI,____. Ringkasan
Eksekutif Data dan Informasi Kesehatan Provinsi Papua. Diakses http://www.depkes.go.id/downloads/KUNKER%20BINWIL/32%20Ringkasan%20Eksekutif%20Prov%20Papua%20Barat.pdf,
19 Oktober 2013
.
3 komentar:
Selamat malam. Sebelumnya perkenalkan saya Adityo mahasiswa jurusan Hubungan Internasional di UNPAD. Saya tertarik dengan tulisan yang saudari tulis. Mohon ijin untuk mengutip tulisan ini untuk keperluan tugas saya. Barangkali jika berkenan mungkin lain waktu saya boleh berdiskusi dengan saudari perihal tulisan dan data di dalam tulisan ini. Terima kasih sebelumnya.
Saya bisa dicontact via email soedagoeng32@gmail.com
Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
hanya di D*EW*A*P*K / pin bb D87604A1
dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)
ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
Promo Fans**poker saat ini :
- Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
- Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
- Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^
Posting Komentar