Pembangunan
kesehatan nasional yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif merupakan sebuah kerangka sistem yang saling berkaitan dan bersinergi
satu sama lain. Keseimbangan pembangunan kesehatan menjamin tercapainya
masyarakat yang sehat, adil dan merata. Aspek kesehatan dalam pengelolaannya
memerlukan sumber pendanaan yang besar, masyarakat menegah ke atas apabila
berhadapan dengan permasalahan kesehatan akan jatuh miskin apalagi kita
membayangkan masyarakat miskin yang karena keterbatasannya memilih jauh dari
pelayanan kesehatan.
Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia baru saja diresmikan pada tanggal 31
Desember 2013 lalu. Sebagai negara yang bertekad menuju kesejahteraan yang
menyeluruh, Indonesia tidak bisa menolak untuk melaksanakan JKN. Selain sebagai
amanat UUD 1945 Pasal 34 ayat (2) yang berbunyi “Negara mengembangkan sistem
jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan
tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”, JKN memang sebuah syarat untuk
meningkatkan kesehatan. Hal ini bisa dilihat dari kesuksesan Jepang dalam
mengelola jaminan kesehatan yang komprehensif yang dibuktikan dengan tingginya
derajat kesehatan yang tercermin dari Usia Harapan Hidup masyarakatnya yang
tinggi.
Jaminan
Kesehatan Nasional bersumber dana dari APBN dan biaya mandiri dari nonPBI.
Jumlah APBN bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI) saat ini terhitung 19,93 triliun
rupiah untuk pembayaran iuran JKN bagi 86,7 juta jiwa penduduk miskin dan tidak
mampu. Bila dihitung secara manual, dengan premi Rp19.225 per jiwa, dana yang
dibutuhkan untuk membiayai 86,7 juta jiwa hanya 1,65 triliun rupiah. Lalu,
untuk apa kelebihan 18,28 triliun rupiah sisanya? Alokasi APBN kementerian
kesehatan tahun ini hanya 46,5 triliun rupiah dari 1.842,5 triliun rupiah. Ini
berarti alokasi APBN untuk kesehatan pada tahun 2014 hanya 2,5% saja. Jika
dilihat dari sejarah penyusunan APBN, pemerintah memang tidak pernah serius
menangani kesehatan nasional. Dalam kurun waktu 2005 sampai 2009, anggaran
kesehatan tidak mengalami peningkatan berarti. Padahal, APBN meningkat tajam
dari 226 triliun rupiah pada tahun 2005 menjadi 1,032 triliun rupiah pada tahun
2009. Namun pada saat itu, anggaran kesehatan justru mengalami penurunan
prosentase dari 3,1% (5,8 triliun rupiah) pada tahun 2005 menjadi 1,67% (15,7
triliun rupiah) pada tahun 2009. Pada tahun 2013, anggaran kesehatan naik
menjadi 3,65% (55,9 triliun rupiah) dengan APBN 1.529,7 triliun rupiah.
Perbaikan ini masih belum sesuai standar alokasi dana kesehatan yang
direkomendasikan WHO yaitu sebesar 5% dari APBN. Hal ini harus segera
diperbaiki mengingat kebutuhan pembiayaan kesehatan nasional tidak hanya JKN,
tetapi juga program-program seperti peningkatan gizi dan antrean pembayaran
jampersal yang masih panjang. Misalnya dengan mengadakan pendanaan JKN bersama
antara Kemenkes, Kemenkokesra, Kementerian BUMN, dan juga dari APBD. Menilik
kesuksesan Jepang dengan sistem jaminan kesehatannya, pembiayaan kesehatan di
sana terdiri dari asuransi kesehatan 49.2%, subsidi pajak 36.4%, dan pembiayaan
out-of-pocket
15.4%. Proporsi pembiayaan ini memang tidak mutlak harus mencapai angka sekian.
Keberhasilan jaminan kesehatan dalam pembiayaan pelayanan kesehatannyalah yang
harus ditiru. Sebagian besar telah terlingkupi oleh dana jaminan kesehatan.
Jika tidak melakukan partial
financing seperti ini, dikhawatirkan pembiayaan dan pengembangan
JKN macet. Hal ini bisa membuat JKN yang pada awalnya memiliki banyak tujuan
mulia bagi masyarakat hanya akan jadi bumerang yang jadi alasan peminjaman
hutang ke luar negeri lagi. Hal tersebut sama saja menggadaikan nasib bangsa
ini sendiri.
Permasalahan
klasik lainnya pada masa transisi seperti ini ialah membludaknya pendaftaran
dan penggunaan biaya kesehatan oleh orang yang sedang sakit, Orang sakit
beramai-ramai segera mencari alternatif pembiayaan yang lebih terjangkau, yaitu
dengan JKN. Hal ini biasa terjadi di semua negara dan dapat membuat pendanaan
JKN membengkak di awal, sementara keanggotaan belum mencapai separuh jumlah
masyarakat. Belum lagi keperluan pengobatan yang rutin dan banyak menghabiskan
biaya seperti terapi diabetes mellitus dan hemodialisis. Belum lagi keperluan
pengembangan kualitas SDM tenaga kesehatan serta penambahan sarana prasarana
untuk menunjang pelaksanaan JKN di seluruh Indonesia. Belum lagi bila ada
pembayaran premi yang macet dari peserta yang tidak menjadi tanggungan negara.
Semua itu perlu dana yang tidak sedikit. Perlu diperhatikan di sini bahwa ada
potensi kebangkrutan operator. Jangan sampai dana yang terkumpul tidak dapat
memenuhi besaran biaya yang harus dikeluarkan untuk berbagai hal tersebut di
atas dan juga biaya administrasi bulanan.
Koordinator
Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, masih banyak permasalahan
dalam perjalan BPJS Kesehatan selama 50 hari. Menurutnya, keuntungan yang
diterima peserta dan permasalahan layanan, menjadi keluhan yang dominan dari
peserta kepada BPJS Kesehatan. Walaupun sudah dikeluarkan surat edaran Nomor 31
dan 32 tahun 2014 oleh Menteri Kesehatan (Menkes) guna memperkuat Permenkes
Nomor 69, ternyata belum dapat mengurangi permasalahan di lapangan.
Dari
sisi regulasi, pemerintah seharusnya dapat menanggung gelandangan, anak
jalanan, anak panti asuhan, orang jompo dan penghuni lapas. Rencananya,
pemerintah menambah anggaran sebesar Rp400 miliar.
Masalah
lainnya terletak pada pelaksanaan di lapangan. Pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh PPK I (Puskesmas dan klinik) maupun PPK II (Rumah
Sakit). Masih ditemukan pasien yang harus mencari kamar karena banyak RS
yang bilang penuh.
Selain
itu, banyak pasien yang sudah sekarat harus mencari ruang ICU/ICCU.
Seperti kasus seperti yang dialami Pak Nur dipaksa oleh sebuah RS di Jambi
untuk mencari darah sendiri sebelum besoknya dioperasi. Sementara itu, Menurut
Ketua DJSN Chazali Situmorang mengatakan, hingga kini masih banyak puskesmas
atau rumah sakit yang masih menggunakan sistem manual dalam pelayanan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Hal ini mengakibatkan
risiko klaim ganda dan double
kepesertaan pun tak bisa dihindarkan, ditakutkan akan membuat BPJS Kesehatan
bangkrut.
Dari
sekiranya 9.600 Puskesmas yang tersebar di Indonesia misalnya, baru puskesmas
di DKI Jakarta yang dikatakannya telah menggunakan sistem online yang baik. Risiko
lainnya ialah, penyalahgunaan kartu anggota oleh orang lain. Risiko ini, sangat
banyak terjadi dalam jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) yang diterapkan
sebelumnya. "Banyak terjadi pinjam meminjam dalam penggunaan kartu sehat
tersebut.
Peran mahasiswa kesehatan tidak
terlepas dari pengontrolan permasalahan kesehatan, pengkritikan kebijakan
pemerintah di bidang kesehatan dan tentu saja pemberian solusi dan rekomendasi
bagi pemerintah yang tujuannya adalah untuk perbaikan kesehatan rakyat
Indonesia.
Kita dapat memerhatikan permasalahan
masyarkat di Negara Indonesia khususnya dibidang kesehatan mempunyai beberapa
factor , adapun beberapa factor tersebut antara lain faktor ekonomi ,tingkat
kemiskinan dan angka pengangguran yang tinggi , kualitas pendidikan yang rendah
, Jumlah dan mutu infrastruktur bidang kesehatan yang belum memadai dan
permasalahan- permasalahan lain yang timbul akibat dampak dari perubahan
ekonomi didunia.
Selain hal tersebut peranan mahasiswa
kesehatan masyarakat dalam rangka mencari solusi dalam permasalah dibidang
kesehatan masyrakat dapat berfungsi sebagai sumber informasi masyarakat dengan
cara mensosialisasikan pentingnya kesehatan kepada masyarakat , selain itu
mahasiswa kesehatan masyarakat perlu mendukung program pemerintah dalam
menyelesaikan permasalahan masyarakat dibidang kesehatan , salah satu program
pemerintah adalah Jaminan Kesehatan Masyarakat (JKN). Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat sebagai pengawal pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan seharusnya
sudah mulai merencanakan program – program pengawalan JKN berbasis masyarakat.
Salah satu program tersebut yakni
melalui penyuluhan kepada masyarakat mengenai seluk beluk dari Sistem Jaminan
Kesehatan Nasional. Hal tersebut mengingat masih banyak masyarakat yang kurang
paham dan bahkan tidak tahu mengenai sistem baru ini. Kebanyakan dari mereka
masih mengenal JAMKESMAS atau Jaminan Kesehatan Miskin lainnya. Padahal kalau
kita telusuri lebih lanjut, sistem JKN dengan sistem yang dulu terdapat
perbedaan yang perlu mendapat perhatian.
Selain itu, melalui pendampingan
pendaftaran peserta JKN yang selama ini kita tahu bahwa masih banyak masyarakat
yang belum mengerti dengan jelas tata alur dengan baik dan benar. Padahal
pendaftaran merupakan salah satu prosedur yang penting untuk mendapat jaminan
kesehatan dari Pemerintah.
Di sisi lain, sebagai mahasiswa
kesehatan masyarakat sudah selayaknya turut aktif dalam mewujudkan JKN bagi
seluruh warga Indonesia, salah satu caranya dengan melakukan KIE ( Komunikasi
Informasi dan Edukasi) tentang pentingnya sistem Jaminan Kesehatan Nasional (
JKN ). Melalui porogram KIE diharapkan masyarakat dapat menerima dan
melaksanakan sistem yang baru ini.
2 komentar:
Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
hanya di D*EW*A*P*K / pin bb D87604A1
dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)
ingin mendapatkan uang banyak dengan cara cepat ayo segera bergabung dengan kami di f4n5p0k3r
Promo Fans**poker saat ini :
- Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
- Bonus Cashback 0.5% dibagikan Setiap Senin
- Bonus Referal 20% Seumur Hidup dibagikan Setiap Kamis
Ayo di tunggu apa lagi Segera bergabung ya, di tunggu lo ^.^
Posting Komentar